Tuesday, April 24, 2007

Tawaf Ifadah di hari Nahr 1427 H …bagian 2

Sholat maghrib setelah tawaf ifadah, sai'e dan tahalul

Terik matahari makkah siang itu mungkin sudah berkisar 38 s/d 40 derajat celcius, suhu udara yang cukup tinggi. Kendaraan/angkot ke arah Hafair sulit ditemui, kalau ada memasang tarif tinggi sampai 20 Rls, Gila..aku dan isteri nggerutu juga, bisa-bisanya si Arab ini memanfaatkan kesulitan orang. Akhirnya kami putuskan untuk jalan kaki wuih ...jarak 1200 meter ke makhtab bukan jarak yang dekat setelah kami berjalan kaki dari Mina disertai pelaksanaan melontar dan tawaf ifadhah yang melelahkan. Alhamdulillah 30 menit kemudian nyampai juga ke mahtab 31, minta kunci ke recepcionist, clin...nggg menuju lift ke lantai-6 tanpa hambatan (biasanya untuk dapat masuk lift harus rebutan). Mendinginkan suhu badan sejenak, lalu masuk kamar mandi byuuuur....byur. cihuy sungguh nikmat dan terasa segar kembali.
Sholat Ashar, kami lakukan berjamaah dimasjid dekat makhtab, karena tidak keburu waktu lagi untuk ke masjidil haram. Ba’da sholat ashar, kami bersiap-siap untuk menuju haram untuk menyelesaikan rukun haji berikutnya yaitu sa’i. Alhamdulillah untuk ke haram sudah menunggu angkot didepan makhtab, 2 Rls, masih masuk akal aku pikir. Perjalanan ke haram menggunakan angkot sangat membantu untuk menyimpan tenaga untuk perjalanan sa’i. Sesampainya di haram kami masuk melalui pintu 1, didepan hotel dan langsung menuju Safa. Ternyata untuk menyelesaikan lintasan-lintasan safa marwah tidaklah semudah yang dibayangkan. Aku jadi teringat akan sejarah perjuangan siti hajar.Kata Sofa adalah bentuk jamak dari kata “Sofatun” artinya batu besar yang halus. Marwa berarti batu putih yang mengkilat. Sa’i diantara kedua bukit itu merupakan salah satu syiar agama, menjadi tanda bagi kebesaran Allah. Sa’i dari kedua bukit tersebut bermula dari hajar Ibu nabi Ismail as, ketika beliau sedang menghadapi kesulitan disaat-saat ditinggalkan oleh suaminya, nabi Ibrahim as disamping Baitullah. Namun Siti hajar tidak pernah berputus asa untuk mendapatkan air. Kemudian Allah menghilangkan kesulitannya dengan memancarkan air zamzam di dekat ka’bah. Usaha inilah yang harus ditiru oleh jamaah haji dalam melakukan sa’i, kalau didalam pelaksanaan tawaf disitu unsur kepasrahan, penyerahan diri total kepada Allah maka pada pelaksanaan sa’i kita diminta untuk berusaha sekuat tenaga, berikhtiar untuk mencari yang terbaik. Bekal dengan filosofi itulah, kami terus berusaha menyelesaikan lintasan sa’i. Dua lintasan berlalu, mertua abangku yang laki-laki menyerah (umur beliau sudah diatas 60 tahun) wajar...ditengah himpitan lautan manusia, dengan dorongan dan desakan yang begitu daysat membuat dia harus mundur. Aku anjurkan untuk menunggu ditempat yang sudah kami tentukan. Di lintasan bawah kami menambah satu putaran lagi, namun situasi dorongan yang menghawatirkan, maka aku mengajak isteri dan ibu mertua abangku untuk pindah kelantai atas. Walaupun tidak selenggang dilantai bawah namun kami masih bisa bertahan untukmenyelesaikan lintasan demi lintasan di lantai dua. Sekali-sekali ketika melewati pilar hijau, kami menyempatkan untuk minum air zam-zam, karena rasa haus yang tiada terkira. Setelah 7 putaran aku mengambil barang-barang yang kami letakkan ditangga dekat safa. Isteri dan ibu mertua abangku menuju tempat yang kami janjikan, yaitu tugu dekat pintu marwah.Setelah kami berkumpul kembali ditempat yang disepaktai, karena sebentar lagi akan masuk waktu shalat maghrib, kubentangkan kain ihram sebagai alas sejadah didepan pelataran masjidil haram (depan pintu babusalam). Enak juga sholat ditempat terbuka, udara saat itu sejuk banget.

Suasana di dalam terowongan ke Azijiyah
Ba’da maghrib kami memutuskan untuk segera kembali ke mina, takut kalau sampai ke mina setelah pukul 11 malam (hitungan tengah malam itu pukul 23 was) kalau lewat waktu ini maka wajib bayar dam/denda, (ada sebagian yang beranggapan harus masuk Mina sebelum maghrib, hal ini sempat aku tanyakan dengan Ust. Ayi Alydrus sebelum tanazul melaksanakan Tawaf Ifadhah karena kemungkinan masuk Mina ba'da Maghrib. waktu itu beliau bilang tidak mengapa asalkan kita ke Mekkah itu karena tujuan menyelesaikan prosesi haji, kalau untuk keperluan lain seperti belanja itu yang tidak boleh. Dan memang dari beberapa rujukan dibuku manasik haji karya ulama besar tidak ada yg menyebutkan seperti yg dikhawatirkan selama ini).
Sehabis sholat magrib kami bergerak kembali ke Mina, perjalanan ke Mina seperti pada perjalanan tanazul sebelumnya yaitu melalui jalur ajiziyah, ya...+/- 3 jam perjalanan, itu yang terbayang dipikiranku. Tiba dilokasi ajiziyah, istirahat sebentar sambil membeli makan malam (nasi briani, ayam tawaf/ayam bakar grill), beli juga buah-buahan. Mertua abangku yang laki-laki sudah tak sanggup melanjutkan perjalanan, dia ngajak naik kendaraan aja. Semua kendaraan penuh terus macet total, bagaikan semut yang merayap, kadang mesin kendaraan dimatikan 10 menit baru jalan lagi, aku pikir kapan sampainya. Khawatir sampai ke mina lewat tengah malam karena tidak pastinya perjalanan.

Angkutan bak terbuka

Aku putuskan orang tua untuk naik mobil, yang kucegat dijalan, sebuah mobil pick up tua. Ongkosnya 20 Rls.Mudah-mudahan mereka sampai tanpa kendala.Aku dan isteri melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki melalui jalur atas, sebelumnya melalui jalan bawah.Disinilah berawal cobaan kesabaran Allah kepada kami. Sampai diatas wilayah melontar jamrat (lokasi jumrat ini sudah masuk wilayah Mina sehingga sebenarnya sudah aman dari larangan mabit), kami bertanya kepetugas dan beberapa jamaah kemana arah Mina (perkemahan Indonesia), semua orang yang ditanya tidak tahu, bahkan petugas tidak bisa berbahasa Inggris. Karena sudah masuk waktu Isya’, aku dan isteri memutuskan sholat Isya’ dijalan.Kami bergabung dengan jamaah yang kebetulan sholat terlebih dahulu dijalan tsb. Shalat berjamaah kami lakukan dengan cara di qasar, 2 rakaat karena status kami safar. Kami menuruni tangga menuju area bawah, namun jalan menuju arah ke perkemahan belum juga kami temui, beberapa kali bertanya dengan jamaah Indonesia yang sedang jalan, ternyata mereka juga tersesat. Kasihan isteriku, dia sudah mulai tidak sabar, tiba di perkemahan Africa dia mulai bicara, harusnya kan kita jalan lewat sana, koq.kesini akhirnya begini...dst dst. Aku coba menenangkannya. Bahwa kita harus sabar, inilah cobaan dari Allah, kalau kita sabar InsyaAllah, kita akan diberi kemudahan. Perbanyak dzikir lebih baik. Sebenarnya, tadi sudah kelihatan jalan pintas menuju ke arah perkemahan kami, namun petugas melarang melalui jalan itu, sebel juga....dengan sistem lalu lintas area jamarat ini. Akhirnya kami melalui jalan tempat jamaah melontar lalu tiba diawal jumrah Aqobah kami belok ke kanan menuju terowongan Muasaim / terowongan Mina. Alhamdulillah, jalur yang benar sudah kami dapatkan. Terasa berat melangkahkan kaki ini, kaki seperti yang membawa beban berkilo-kilo. Pukul 21.20 kami tiba di tenda. Jemaah sebagian sudah pada tidur, kami mencari tahu kedua orang tua yang sebelumnya kami perkirakan sudah sampai ternyata belum juga tiba. Risau juga hati ini, takut kalau terjadi apa-apa, maklum mereka sudah tua. Aku mengajak isteri makan malam bekal yang kami beli tadi, aku hamparkan kardus bekas disisi tenda, kami makan berdua sambil meluruskan kaki yang lumayan jadi kaku karena pegal-pegal seharian perjalanan bolak-balik Mina – mekkah. Isteriku bilang ya..kita doakan aja semoga mereka dilindungi Allah dan segera berkumpul dengan kita. Selesai makan, aku coba istirahat di tenda, namun pikiran tetap aja ke orang tua tadi kemana, tahu jalan ngga’. Mungkin sekitar pukul 23 was mereka berdua sampai di tenda, wah ..lega rasanya melihat mereka sampai dengan selamat. Biarlah besok aja ceritanya aku pikir, kalau kutanya kasihan juga beliau ingin istirahat.
Lanjutan Catatan Perjalanan Haji ini dapat terus Anda ikuti di link berikut ini.

Catatan:
Ada sebagian pendapat bahwa jika belum kembali ke mina sebelum waktu magrib, bisa kena dam. Pendapat seperti ini selalu dipegang oleh hampir mayoritas jemaah (dibeberapa blog juga menuliskan hal yang sama). Aku sampai sekarang cari dalilnya koq belum ketemu. Sewaktu di Mekkah juga ketika ada ceramah dari salah satu syaikh/ ulama (didampingi penerjemah dari mahasiswa Indonesia yg sedang belajar disana) yg ditugaskan pemerintah Arab Saudi ke masjid deket makhtab untuk memberikan penjelasan tentang manasik haji hal ini kami tanyakan juga dan dijawab syaikh tidak mengapa, yang tidak boleh itu kalau lewat tengah malam maka akan kena dam karena sudah berbeda hari (tengah malam di Arab Saudi +/- pkl 23.00 was), sesuai dengan yg diperintahkan oleh Rasulullah saw.

Aku baca dibuku karangan Syaikh Nasiruddin Al-Albani, dan buku-buku manasik haji lainnya, juga tanya jawab haji oleh Syaikh Abdullah bin baaz, juga tidak ada dalil tentang pernyataan "kalau masuk Mina sebelum maghrib akan kena dam" atau ada dalil yang mendekati pernyataan tersebut. Semoga Allah menjaga kita dari kehati-hatian dari rujukan yang belum jelas. Dan bagi saudara-saudaraku yang menulis di blog-blog tentang pengalaman haji, supaya bisa memberikan rujukan/dalil yang shohih atas pernyataan larangan- masuk Mina sebelum maghrib tersebut, karena kita dilarang mengharamkan sesuatu yang tidak ada dasarnya. Wallahualam bishowab

No comments: