Wednesday, April 18, 2007

Mabit di Muzdalifah 1427 H, Bertahan Tanpa Logistik

Suasana Mabit diMuzdalifah




Jarak Arafah ke Muzdalifah +/- 7 Km.

Tiba di Muzdalifah Tanggal 9 Dzulhijah 1427 H sekitar pukul 21.00 malam, disini tidak seperti di Arofah dan Mina yang disediakan tenda untuk masing-masing rombongan. Kawasan Muzdalifah merupakan lapangan yang sangat luas. Ya seperti menginap dan tidur di hotel bintang seribu. Begitu Bus kami berhenti, kami disambut oleh petugas dari Arab Saudi yang sudah memberi kavling dengan alas terpal per kloter. Mulailah disusun ransel dan tas sebagai alas kepala untuk tiduran. Tidur beralas terpal dengan beratap langit berhiaskan bulan dan bintang. Langit beserta hiasannya terlihat dekat dan indah. Subhanallah, tidaklah sia-sia Engkau menciptakannya.Maha Suci Allah peliharalah kami dari siksa neraka. Saat itu kami masih memakai ihrom jadi masih dalam larangan ihrom, sehingga jamaah lelaki masih tetap hanya memakai 2 helai kain. Jamaah laki-laki harus tabah melawan dinginnya udara ditempat terbuka dan terpaan angin yang kencang, ditambah konsumsi makanan yang tidak tersuplay.
Sholat di Muzdalifah ( Maghrib & Isya'di jama' qasar takhir)




Setelah menempatkan barang, aku mulai mengajak isteri untuk melaksanakan Sholat maghrib dan Isya di jama’ qasar (takhir pada waktu isya’), sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Memang Shalat sah dilakukan di mana saja kecuali pada tempat yang tertentu dalam syari'at.


Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


"Artinya : Bumi dijadikan masjid dan suci bagiku" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Tapi yang disyari'atkan bagi orang yang haji adalah, shalat Maghrib dan shalat Isya dengan jama' qasar di Muzdalifah di mana saja dia mampu melakukan (maksudnya : tidak harus di Masy'aril Haram seperti dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) sebelum tengah malam.

Mencari batu untuk jumrah


Setelah itu kami mencari batu kerikil disekitar tempat istirahat saja, aku dan isteri tidak terlalu banyak mengumpulkan, karena memang mencari batu disini bukanlah sunnah, batu untuk melontar jumrah dapat diperoleh dimana saja, di Mina juga boleh. Ada jemaah yang tanya gini : Pak Abu, batunya katanya harus dicuci dulu ya... wah ini mah pertanyaan lama dalam hatiku, untuk meluruskan hal yang menjadi keraguan si Ibu, aku bilang Bu. tidak ada anjuran yang mengatakan harus dicuci karena unsur syari atau ada tuntunannya dari Rasulullah, namun kalau Ibu mau mencuci tanpa ada alasan itu menjadi sunnah bahkan wajib ya Ibu boleh-boleh saja, misalnya tujuannya biar batunya bersih itupun kalau tidak menyulitkan ibu, sebaiknya sih dikumpulkan aja apa adanya waktu yang ada buat kita istirahat, besok kita memerlukan energi untuk melontar jumrah Aqobah. begitu Bu.
Batu Yang diambil jangan terlalu besar, sunnahnya kir-kira seperti gambar di atas
Semakin malam udara semakin dingin, bentuk badanku semakin mengecil, badan jadi seperti bola, kaki dan tangan ditekuk menghindari dasyatnya terpaan angin, menggigil badan. Seorang jemaah sambil guyon bilang “ Uang disini tidak ada artinya, kita tidak bisa manfaatkan untuk hanya beli secangkir kopi hangat”. Sambil menahan lapar dan dingin kami memperhatikan jamaah dari kloter dan daerah lain ikut rebutan, berusaha mencari nasi yang dibagikan melalui mobil kontainer yang mendistribusikan nasi sodakoh tidak jauh dari tempat kami stay. Miris hati melihat pemandangan tersebut. Kloter kami tidak ada jamaahnya yang ikutan, kami hanya pasrah dan ikhlas. Namun tidak berapa lama, ada ibu-ibu kloter asal jawa (lupa jawa apa ya) memberikan ke isteri satu bungkus nasi beserta beberapa potong rendang. Alhamdulillh rezeki nih…isteri mengambil 2 sendok dan sekerat rendang, kemudian transfer ke aku, terus estafet ke rekan-rekan yang lain. Kalau dihitung-hitung banyak juga yang kebagian saat itu walaupun hanya dua sendok nasi setiap orang. Mudah2an Allah membalas kebaikan Ibu tadi. Aku jadi teringat kisah Rasulullah ketika membangun parit khandak kalau tidak salah dimana ada salah seorang sahabat yang memotong kambing dan berkeinginan utnuk menjamu Rasulullah namun dikarenakan merasa tidak cukup kalau mengundang sahabat lain, maka hanya Rasulullah saja yang diundang untuk menikmati kambing tersebut. Di Luar dugaan Rasullullah malah mengumumkan undangan ini. Sahabat tadi dengan khawatir menyampaikan kepada Rasul kalau makanan tersebut tidak mencukupi. Apa kata Rasul, InsyaAllah mencukupi. Dan Subhanallah daging yang tadinya dipastikan tidak akan mencukupi untuk menjamu sahabat-sahabat lain ternyata atas ijin Allah semua bisa menikmati jamuan tersebut.
Alhamdulillah, yang terjadi dengan kami hampir mirip, seakan kami merasa kenyang walaupun tidak sampai satu rombongan yang menikmati satu suap nasi tersebut. Subhanallah. Terpaan udara dingin tidak dapat membuat kami tertidur, kami hanya saling bercanda saja malam itu, berzikir sambil menunggu pemberangkatan ke Mina.
Cuma ada kejadian lucu dan mengenaskan juga, diantara rombongan kami ada seorang Bapak yang sudah lanjut usia, dia berangkat bersama isterinya. Karena sudah lanjut usianya terkadang sulit untuk diatur termasuk pada malam itu sejak dari Arafah dia memaksa untuk memakai jaket karena sudah tidak tahan dingin, walaupun sudah diberi penjelasan akan larangan tersebut karena dalam keadaan Ihram. Akhirnya ketua rombongan nyerah, dipakein tuh jaket ke si Bapak. Hal ini jadi bahan perbincangan jamaah lain diluar kloter kami, mereka intinya berusaha mengingatkan kalau hal itu dilarang. Setelah diberi penjelasan mereka ngerti duduk persoalannya. Habis gitu lagi pada berbaring tiba-tiba si Bapak nyeletuk ke isterinya, Bu…mau (maaf) kencing. Kata si Ibu, nanti Pak tempatnya jauh. Belum menunggu selesai si Ibu selesai ngomong si Bapak sudah nyelonong berdiri dan wessss wesss wesss buang air membasahi kain ihram bagian bawah. Wah….kawan-kawan yang deket area itu pada lompat semua takut terkena percikan air tersebut. Masya Allah, beberapa menit kemudian ketika si Bapak mau kembali ketempat semula, gedubrak…si Bapak terjatuh, nah..lho repot yang mau nolongin karena kita tidak membawa kain ihram lebih, kalau kena najis gimana nanti sholat. Akhirnya perlahan-lahan si Bapak bisa dibantu kembali ketempat semula. Uiiihh lega rasanya.
Megaphone dari panitia mengingatkan bahwa sebentar lagi giliran kloter 03 Palembang untuk bergerak, semua berbaris menuju pintu keluar untuk menempati Bus sesuai dengan urutan maktab, Bus Nomor 31. Dalam beberapa menit sampailah kami di Tenda di Mina.
Kita lanjutkan Perjalanan Haji ini untuk menuju Mina.

No comments: