Wednesday, September 17, 2008

Uqqal

Berbagai jenis dan ukuran Uqqal
Uqal, merupakan accesories yang digunakan untuk menahan agar Dishdasha tidak jatuh.Bentuk uqqal yang umum berupa lilitan tali berbentuk lingkaran. Namun ada juga yang berupa frame sebagaimana yang digunakan oleh Raja Abdullah.

Uqqal biasa dikenal dengan sebutan eagel (kalau di toko biasanya lebih dikenal dengan sebutan ini). Uqqal ini merupakan product handmade (dibuat menggunakan tangan).

Cara pemakaiannya tidak terlalu sulit yaitu cukup dengan meletakkan lilitan tali tsb diatas dishdasha. Jika Anda berkesempatan menunakan ibadah haji tidak salah menyempatkan membeli oleh-oleh ini harganya tidak terlalu mahal. Namun perlu diperhatikan, kualita yang bagus maka lilitan uqqal terbuat dari untaian tali penuh sedangkan yang kualitasnya hanya untuk pajangan biasanya lilitan talinya sangat sedikit karena sebelumnya dilapisi dengan semacam kertas kemudian diberilem baru dililit tali. Sehingga fleksibelitasnya kurang bagus disamping daya lekat lemnyapun mudah menyebabkan tali uqqal terlepas.
Alat cetak Uqqal
Benang untuk Uqqal
Pengrajin Uqqal

Untuk menentukan ukuran lingkaran kepala, maka pembuatan uqqal menggunakan cetakan dengan ukuran lingkaran kepala.

Friday, September 12, 2008

Dishdasha....Pakaian traditional Arab

Remaja Arab,menggunakan pakaian traditionalnya..Keren yah.

Dishdasha adalah pakaian traditionalnya orang arab. Pakaian dari tiap negara Arab punya perbedaan masing-masing. Namun katanya, Bangsa Kuwaitlah yang cukup memperhatikan detail aturan berpakaian Dishdasha.
Kalau diperhatikan secara seksama, bagian kepala terdapat kain dan ikatan berwarna hitam. Nah, dibagian depan persis di tengah-tengah (di atas hidung) biasanya ada kain yang menyembul keluar. Nah, bagian inilah yang sering jadi pusat perhatian orang-orang Kuwait. Kain yang menyembul keluar harus benar-benar sempurna keluarnya. Tapi kalau di Arab Saudi, kayaknya biasa aja mereka tidak terlalu perfect memperhatikan hal-hal yang begini.
Nilai lebih dishdasha adalah gengsi. Orang-orang yang berdishdasha biasanya lebih diakui di lingkungan sekitar. Diakui dalam arti, dia orang Arab. Walaupun dari tampang sudah kelihatan kalau mereka Arab. Juga biasanya dalam acara resmi, Dishdasha harus melekat. Jika tidak, maka nilai kehormatannya sedikit berkurang.

Burung Merpati di Masjidil Haram

Burung Merpati di depan masjidilHaram

Bagi jamaah haji yang megujungi Baitullah, pemandangan berterbangan burung-burung merpati menjadi daya tarik sendiri. Keberadaan burung-burung ini sebagai salah satu tanda bahwa di tanah suci sedang berlangsung musim dingin. Burung-burung merpati banyak dijumpai berkerumun di halaman-halaman Masjidil Haram, khususnya dibagian depan masjid. Tidak jarang, jemaah yang datang ke Masjid Haram, selalu menyempatkan membeli makanan merpati kemudian diberikan kepada burung-burung jinak tapi sulit ditangkap ini. Makanan burung ini banyak dijual oleh pedagang wanita berkulit hitam yang datangnya secara musiman, mereka mengenakan pakaian serba hitam. Satu bungkus makanan burung (berupa pelet) dijual seharaga 1 sampai 2 riyals per bungkusnya.
Burung merpati ini , berbeda dengan jenis merpati Eropa atau Indonesia. Warna bulunya unik dihiasi dengan dua garis melintang mirip pangkat seorang perwira dalam ketentaraan. Merpati, juga menjadi burung kesayangan warga Arab Saudi, karena terkait dengan sejarah hijrah Nabi Muhammad saw.
Ketika itu Rasulullah bersama Abubakar sedang dikejar kaum Quraisy. Beliau lalu bersembunyi di Gua Hira. Pada saat itulah di pintu gua bersarang laba-laba, dan ada pula merpati sedang bertelur. Karena melihat pintu gua ditutup laba-laba dan ada merpati bertelur, maka kaum Quraisy memastikan tidak mungkin seseorang bisa bersembunyi di dalam gua, Rasulullah dan Abubakar r.a. akhirnya lolos.
Merpati berterbangan

Kalau dilihat secara seksama merpati-merpati ini antara satu dengan yang lainnya tidak ada perbedaan, bagaimana mereka mengenali satu sama lain, Subhanallah sungguh besar kekuasaan Allah terhadap mahluk-mahluk ini. Sekarang kumpulan merpati Mekah dapat disaksikan di sudut-sudut Mekah. Kabarnya, ini menjadi petunjuk musim. Semakin banyak burung merpati berkumpul ke Mekah pertanda bahwa tanah suci akan diselimuti musim dingin.

Thursday, September 11, 2008

ROKOK Arab


Gilee bener perokok Arab. Yang kita tahu kalau menghisap sebatang rokok aja asapnya sudah begitu membuat paru-paru sesak apalagi kalau asap yang dihisap dikeluarkan dari alat sebangsa Bong begitu ya..
Rokoknya orang Arab biasa disebut dengan Shisha atau syisya, orang-orang arab yang perokok berat pasti tiap harinya menghisap syisya ini, karena memang di kedai-kedai kopi di negeri-negeri arab tersedia syisya dengan harga yang sangat murah. Shisha ini macam-macam rasa asapnya, ada rasa apel, mangga, dan rasa buah-buahan yang lainnya, aroma bau dan rasa dari syisya memang membuat orang kecanduan kalo sudah mencobanya.Gile banget, asap rokok bisa macam-macam rasanya ya. Kalau bicara bahaya akan dampak menghisap rokok arab ini ya pastilah bahaya syisya lebih parah dari bahaya kecanduan rokok. Menghisap syisya lebih berpeluang menimbulkan penyakit ketimbang menghisap rokok

Cegah ”Rafats”, ”Fusuq”, & ”Jidal” dalam ber-Haji

Semoga tulisan di bulan Ramadhan ini bermanfaat bagi Saudara-saudaraku seiman yang akan melaksanakan ibadah haji tahun ini.











“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan " jidal" bantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji”.Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah,dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (Al-Baqarah: 197).

Rafats
Didalam kitab Ibnu Katsir dijelaskan pengertian rafats pada ayat di atas ( falaa Rafatsa, " maka tidak boleh rafats"), artinya: barang siapa yang berihram untuk haji dan umrah, maka hendaklah ia menghindari rafats, yaitu hubungan badan. Diharamkan pula melakukan hal-hal yang menyebabkan rafats seperti pelukan, ciuman,dan semisalnya,demikian juga membicarakannya dihadapan para wanita. IbnuJarir meriwayatkan dari Yunus bahwa Abdullah bin Umar pernah mengatakan."Ar Rafats"berarti mencampuri isteri dan membicarakanhalitu dengan laki-laki maupunperempuan, jika yang demikian itu diucapkan dengan lisan mereka. Atha' bin Ali Rabah, mengatakan,"Ar-rafats berarti jima' (senggama) dan selain itu,misalnyaucapan kotor."lebih lanjutAtha' menuturkan"Mereka memakruhkan kata sindiran yang kotor ketika sedang berihram".

Dan Thawus mengatakan,"Yang dimaksud dengan Rafats adalah seorang laki-laki mengatkan kepada isterinya, jika aku telah bertahalul,aku akan mencampurimu. Dan Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,"Ar rafats berarti mencampuri isteri, mencium,atau kedipan mata, serta mengucapkan kata-kata kotor kepadanya.
kesimpulanya :
Rafats" adalah mencampuri isteri atau perkataan tidak senonoh, mengandung unsur kecabulan (porno), senda gurau berlebihan yang menjurus kepada hal-hal porno. Setiap orang yang berhaji, dilarang melakukan "rafats"

Fusuq
Kata-kata ("walaa fusuuqa", dan janganlah berbuat kefasikan). "Muqsimdan beberapaulama lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas," yaitu segala perbuatan maksiat". Sedangkan ulama lainnya menuturkan,"yang dimaksud al-fusuq disini adalah caci maki. Demikian dikatakan Ibnu Abbas dan Umar.Mereka ini berpegang kepada hadist shahih, Rasulullah SAW bersabda : "Mencaci maki orang muslim itu merupakan suatu kefasikan dan memeranginya merupakan kekafiran." Sedangkan Ad-Dhahhak mengatakan,"al-fusuq berarti memberi gelar buruk. Yang benar adalah mereka yang mengartikan al-fusuq disini segala bentuk kemaksiatan, sebagaimana Allah melarang kezaliman pada bulan-bulan haji, meskipun kezaliman itu sendiri dilarang sepanjang tahun,hanya saja pada bulan-bulan haji hal itu lebih ditekankan lagi

Jidal
walaa jidala filhaj,"dan tidak boleh berbantah-bantahan pada masa mengerjakan haji". Mengenai ini terdapat dua pendapat.

Pendapat pertama: Allah telah menjelaskan hal itu secara tuntas dan sempurna, sebagaimana Waqi' menceritakan, dari Al-'Ala' bin Abdul Karim aku pernah mendengar mujahid membaca walaa jidala filhaj seraya mengatakan, Allah telah menjelaskan bulan-bulan haji yang didalamnya tidak terdapat berbantah-bantahan dikalanagan umat manusia. Masih mengenai firmanNya ini, Hisyam meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya: "Yang dimaksudkan adalah bertengkar dalam berhaji"

Pendapat kedua: yang dimaksud dengan berbantah-bantahan disini adalah perselisihan. Ibnu Jarir meriwayatkan,dari Abdullah bin Mas'ud, yang dimaksud adalah jika engkau mencaci sahabatmu sampai engkau membuatnya marah.

"Fusuq" dan "jidal" mungkin relatif mudah dihindari. Namun, "rafats" cukup sulit. Karena selalu muncul setiap saat, tanpa disadari. Mulai dari satu kata (ucapan), kemudian berkembang ke sana ke mari tanpa kendali. Menjadi "ghibah" (membicarakan orang lain), "namimah" (adu domba), dan fitnah (mengatakan sesuatu dari atau bagi orang lain tanpa fakta yang jelas).
Untuk mencegah ketiga perbuatan tersebut, para jemaah haji harus mulai menjaga lisan masing-masing. Kata Nabi saw., "salamu insan fi hifdzil lisan". Keselamatan manusia terletak pada perkataannya. Jika tidak ada yang perlu dikatakan, lebih baik diam. Rasulullah saw. bersabda pula, "Ashamtu hikmah" (diam itu mengandung hikmah).

Imam al Gazhali dalam kitabnya yang termashur "Ihya Ulumuddin", menguraikan 20 (dua puluh) bahaya yang akan ditimbulkan oleh lisan (yang diucapkan sembarangan), yang jika dilakukan para jemaah haji, akan termasuk kategori "rafats", bahkan "jidal". Beberapa di antaranya, dapat disimak dan direnungkan sebagai berikut:
1. Berkata-kata yang tidak berguna. Menghabiskan waktu untuk membicarakan berbagai hal yang sama sekali tidak mengandung manfaat. Padahal waktu dapat dianggap sebagai modal pokok hidup manusia untuk beramal saleh. Sekarang, waktu amat berharga itu dibuang-buang hanya untuk menyampaikan atau mendengarkan omongan-omongan tak bermanfaat, seperti senda gurau, berkhayal, mengada-adakan sesuatu agar enak diucapkan dan didengarkan, dan hal-hal negatif lainnya.
2. Berlebih-lebihan dalam berkata. Memanjangkan kata-kata dan kalimat untuk maksud yang pendek agar dianggap indah dan fasih. Satu persoalan yang dapat diungkapkan dengan satu kalimat terdiri atas tiga empat kata, melebar menjadi sepuluh dua puluh kata, bahkan sepuluh dua puluh kalimat. Kata orang Sunda, "panjang catur pondok maksud". Kelebihan lisan ini dianggap membahayakan karena membosankan orang yang mendengar, yang berakibat mengundang kekesalan dan kebencian. Juga kemungkinan menimbulkan salah pengertian. Rasulullah saw. mengingatkan, berbahagialah orang yang menjaga kelebihan lisannya, dan menginfakkan kelebihan hartanya (riwayat Imam Baihaqi).



Hal itu ditegaskan oleh Allah SWT, dalam Q.S. Al Mudatsir:45, "Kita semua menyukai percakapan kosong bersama orang-orang bercakap kosong pula (hingga masuk neraka Saqr).
Untuk mengobati bahaya lisan, yang akan melindungi jemaah haji dari "rafats", "fusuq" dan "jidal", Imam Gazhali menyarankan, agar lidah dibiasakan melafalkan "wirid", baik ayat Alquran, doa, maupun "Asmaul Husna" (nama-nama Allah yang terbaik). Memperbanyak "wirid" pada setiap waktu, tempat, dan kesempatan, akan menjadikan lidah terbiasa mengucapkan segala sesuatu yang baik dan hati menjadi lembut. Mudah menerima nasihat dari orang lain, sanggup memberi nasihat kepada orang lain dengan kata-kata baik dan menyenangkan pendengarnya, serta memperbanyak kerja (tindakan) daripada perkataan. Sebagaimana dikatakan para ualama: af'alul hal afsahu min lisanul qaul. Mengerjakan sesuatu yang nyata, lebih indah daripada mengucapkan kata-kata.
Wallahu a'lam bishawab.