Berapa lama kita ke Mina Pa, terus kapan kita melontarnya………Tanya isteriku sewaktu masih mabit di Muzdalifah. Ngga’ lama koq, sebelum subuh Insya Allah sudah nyampe. Melontarnya kita lihat situasi dululah, kita berdo’a aja bisa dimudahkan untuk mengambil waktu dhuha. Rangkaian ibadah haji selanjutnya sudah terekam dikepalaku, ya…aku memang sudah punya rencana, namun tentunya Allahlah yang menentukan. Aku memang berusaha untuk membimbing isteri didalam setiap kegiatan, sampai yang kecil-kecil aku coba berusaha ngingetin contoh sederhana sewaktu melangkahkan kaki masuk masjid, aku baca do’anya agak keras biar dia denger begitu juga saat keluar masjid, do’a atau dzikir ketika tawaf, sa’i.
Tibalah giliran rombongan kami untuk naik Bus yang akan mengantarkan kami ke Mina, tidak terlalu lama untuk menuju Mina karena jarak Muzdalifah ke Mina +/- 5 Km, lagian lalulintas saat itu lancer. Sebelum Subuh kami sudah nyampai di Mina, sampai di tenda masing-masing mencari kavlingan tidur. Kaum ahwat dipisahkan dengan menggunakan hijab yang ada ditenda. Tidak lama kemudian ketua rombongan menyampaikan bahwa rombongan akan melakukan melontar jumrah sebentar lagi, sekitar pukul 3 dinihari untuk itu siapkan diri dan batu yang akan digunakan. Bagi Bapak-bapak dan Ibu yang tidak mampu akan diwakilkan (badal). Isteri langsung tanya lagi nih...kita gimana Pa, kita tidak ikut, kita jaga tenda aja, nanti InsyaAllah waktu Dhuha kita baru bergerak, kataku. Pak Ketua rombongan sudah maklum dan memahami kalau kami tidak ikut rombongan, karena beliau sudah percaya kalau kami bisa melaksanakan sendiri/mandiri setiap kegiatan haji kami dan hal ini juga pernah beliau sampaikan langsung ke kami waktu di Mekkah. Oke...Pak Haji, jaga tenda dan titip Bapak-bapak / Ibu yang sakit ya, dan do’akan kami agar bisa menyelesaikan melontar dengan selamat, kata Pak Karom. Iya...pak jawabku InsyaAllah.
Tanggal 10 Dzulhijah, ya...ini adalah hari Nahr, dari manasik yang sudah kupelajari Rasulullah melakukannya pada waktu Dhuha.
"Artinya : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melontar dalam hari nahr pada waktu dhuha dan melontar setelah (hari) itu ketika matahari telah bergeser ke barat" [Hadits Riwayat Muslim]
ini adalah pendapat jumhur ulama. Tetapi jika dalam keadaan darurat sehingga mengharuskan ia menunda melontar hingga malam hari maka tidak mengapa. Akan tetapi yang lebih hati-hati adalah melontar sebelum Maghrib bagi orang yan mampu melakukan demikian itu karena berpedoman kepada Sunnah dan keluar dari peselisihan.
Jadi aku berusaha mengambil waktu afdal, karena tekad kami akan menyempurnakan haji, waktu afdal melempar jumrah aqabah pada hari Nahr yaitu waktu Dhuha (dari pukul 7.00 hingga 11.00 WAS, sedangkan melempar jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah pada hari Tasyrik (11-13 Dzulhijah) waktu afdalnya ba’da zawal.("yaitu beberapa saat setelah matahari tergelincir ke barat atau ba’da dzuhur sampai ashar). Orang tua mertua abangku sebelum berangkat bersalaman denganku dan beliau mohon do’a. Setelah rombongan bergerak melontar, aku, isteri dan beberapa jamaah yang sakit tinggal di tenda, istirahat menyiapkan tenaga untuk melontar nanti.
Sepeninggal rombongan yang melontar tadi, aku menyiapkan batu-batu kerikil, aku pilih batu-batu koral saja dan besarnya sesuai dengan yang disunnahkan, karena ada juga lho seperti batu namun sebenarnya seperti campuran semen dan pasir (seperti bekas pecahan bahan bangunan). Kerikil aku masukkan dalam plastic dengan jumlah 7 kerikil dan untuk spare aku pisahkan ke kantong plastik lain. Rombongan kami datang setelah kurang lebih 2 jam berselang, rombongan dating dengan wajah ceria mereka mengucapkan syukur akan kemudahan melontar dinihari ini, dan berbagi cerita bagaimana suasana disana… Alhamdulillah tidak terlalu rame koq kata mereka (iyalah ngga’ rame, wong belum waktunya pikirku tapi mereka mungkin punya alasan atau hujjah yang mereka yakini akan waktu melontar ini), lewat jalan mana wuihhh pokoknya rame. Jemaah yang sudah melontar mulai bisa berganti ihram..dan ada juga yang bercanda…aman kita, sudah bisa ganti pakaian sekarang.he he bebaaassssssss. Aku senyum-senyum aja. Ada juga yang Tanya, Pak Abu kapan..melontar ? InsyaAllah pukul 9 nanti Pak.
Waktu Subuh sudah dekat, aku dan jemaah lain mulai menyiapkan diri untuk Sholat Subuh. Kami mulai menyusun sejadah di tenda tersebut. Ba’da sholat subuh dilaksanakan pengajian yang disampaikan oleh jemaah yang memang ada yang berprofesi sebagai penceramah juga. Bubaran ceramah…aku dan isteri menyiapkan sarapan pagi, biasa …masak Mie instant yang kami beli sewaktu akan tanazul. Aku memang bawa heater (alat masak berbentuk spiral, +/- 350 watt), lalu kabel yang berfungsi sebagai steker (karena ditenda disediakan colokan listrik,namun tempatnya tinggi di tiang atas tenda jadi harus ada kabel pemanjangnya). Masaknya dimasukkan dicangkir yang terbuat dari stainless steel. Lalu buat energen sereal. Yup..jatah makan masih belum ada kedengaran kabar baiknya.
Sewaktu wudhu tadi, aku ketemu dengan kawan-kawan yang sama-sama tanazul, kemudian kami sepakat untuk melontar jumrah Aqobah bersama-sama pukul 09.00 was. Nanti tunggunya didepan tenda itu aja ya mas, kata temenku itu. Oke InsyaAllah.kataku.
Jumrah Aqobah
Kami berkumpul sesuai kesepakatan dan kemudian memohon ijin ke Ustadz Ayi, sebelum berangkat kami memutuskan untuk menunjuk pemimpim rombongan, karena sunnahnya memang begitu setahuku juga. Dipilihlah yang badannya kekar dan tinggi biar kelihatan didepan kita kalau lagi baris. Sambil jalan, pemimpin tadi memungut kayu ranting lalu kacu/saputangan yang ada dileher dilepas, diikatkan diranting tadi eee jadi deh bendera regu kami. Sepanjang perjalanan kami tetap melakukan talbiyah dan zikir.
suasana jumrah Aqobah di lantai dasar
Melewati dua terowongan Mina dan bergabung dengan rombongan lain yang akan melontar, dalam perjalanan ini sempat ciut juga nyali, khawatir dengan padatnya jemaah yang akan melontar jamrat. Aku terbayang beberapa kejadian yang banyak memakan korban dalam pelaksanaan wajib haji ini. Namun, sesaat kemudian aku harus melepaskan pikiran tersebut, aku kembali memasrahkan diri kepada ketentuan Allah semua Allah yang menentukan pikirku, dan lagi kalau ada rasa was-was itulah pekerjaan syaitan didalam menggoda keimanan kita. Pada saat diawal area melontar, kami diarahkan oleh petugas untuk menuju tempat melontar di bawah, kemudian aku dan isteri mengeluarkan batu kerikil untuk disiapkan digenggaman.
Hampir mendekati tempat melontar, bendera ketua regu dipegang oleh petugas dan ketua regu diarahkan mengambil posisi masuk dari tengah diikuti oleh kami yang dibelakang. Aku dan isteri berusaha mendekati pinggiran tempat melontar, memberi kesempatan jemaah yg sudah melontar untuk keluar area lalu sedikit demi sedikit kami masuk menggantikan posisi jemaah yang sudah selesai. Mulai pasang niat didalam hati bahwa aku mau melontar semata mata karena Allah. Allahu Akbar…….. aku berteriak sekuat tenaga sambil melontarkan satu persatu batu kerikil, Allahu Akbar….aku dan isteri terus bertakbir setiap melakukan lontaran sampai selesai 7 batu kerikil di tangan. Setelah kulihat isteri sudah menyelesaikan 7 lontaran, aku melindungi dia untuk keluar dari area sambil memegangi kepala takut kalau terkena batu yang nyasar.
Kira-kira 20 meter dari sudut jamarat Aqobah, aku mengajak isteri untuk berhenti sejenak menghadap kearah kiblat untuk memanjatkan do’a sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah untuk berdo’a ketika selesai melontar. Sehabis berdo’a kami berkumpul diujung jalan, dengan melihat lambaian bendera kelompok kami yang berwarna kuning.
Aku belum mencukur habis rambutku, nanti saja di tenda biar menghemat waktu untuk menyelesaikan rangkaian ibadah lainnya hari iini. Alhamdulillah....lega saat itu karena satu kewajiban haji telah kami laksanakan dimana Allah memberi kemudahan-kemudahan dalam pelaksanaannya, jauh dari apa yang kami bayangkan semula. Saat ini kami sudah terbebas dari larangan Ihram kecuali hubungan suami isteri. Kami berniat untuk menyelesaikan rangkaian ibadaha haji hari ini juga, jadi langsung ke Mekkah untuk pelaksanaan Tawaf Ifadah, sa'i dan Tahalul. Perjalanan ke Haram mengambil rute Ajiziyah sebagaimana rute kami tanazul sebelumnya, nanti kita teruskan.............
Demikian perjalanan melontar Jumrah Aqobah kami, semoga bermanfaat bagi Saudara-saudaraku yang tahin ini akan menunaikan Ibadah Haji, selanjutnya akan kupostingkan cerita pelaksanaan Tawaf,sa’i, Tahalul tsani yang cukup melelahkan...Insya Allah.
No comments:
Post a Comment