Menuju masjidil haram untuk tawaf ifadah, sai'e dan tahalul
Setelah menyelesaikan kewajiban melontar jumrah Aqobah dan diteruskan dengan memotong rambut, sampai tahap ini Tahalul Awal sudah kami selesaikan. Disepanjang perjalanan kami bercerita dengan rekan seperjalanan, kami membahas kenikmatan-kenikmatan dan kemudahan yang Allah berikan selama kami tetap istiqomah ingin melaksanakan segala kegiatan ritual haji dengan sempurna. Memasuki wilayah Ajiziyah banyak sodaqoh yang diberikan melalui mobil-mobil container, sodaqoh ini diorganisasi oleh yayasan-yayasan yang memang secara resmi menyalurkan setiap harta infaq/zakat dari para dermawan. Kami ikutan juga antri, untuk mendapatkan pengalaman, kami dibagi satu kotak hadiah yang isinya roti,kue dan juice, serta satu batang siwak untuk alat menggosok gigi (dulu di jaman Rasulullah, siwak inilah yang dipergunakan beliau untuk menggosok gigi). Lumayan,makanan ini bisa jadi pengganjal perut selama dalam perjalanan menuju haram. Karena perjalanan masih cukup jauh, maka kamipun membekali diri dengan membeli buah-buahan (pisang, apel,jeruk) untuk dimakan dalam perjalanan. Setelah melewati dua terowongan di antara Ajiziyah dan Mekkah, kami tiba dipelataran masjidil haram. Kami memutuskan untuk ke toilet dan mengambil Wudhu, kita ketemunya di depan toilet akhwat aja ya…begitu kesepakatan kami. Ya.kurang lebih 15 menit kami berkumpul kembali, dan sepakat untuk masuk melalui pintu Babusalam.
Begitu mau memasuki pintu Babusalam, petugas melarang masuk melalui pintu tersebut karena kepadatan jamaah yang melakukan sa’i sudah membludak, tak bisa memotong arus sa’i, akhirnya kami memutuskan untuk lewat atas melalui pintu disebelahnya. Seperti biasa petugas memeriksa barang bawaan, satu persatu kami lolos dari pemeriksaan. Tinggal dua rekan (suami isteri) yang tertahan tidak boleh membawa makanan ke dalam (padahal kami sama-sama membawa buah-buahan dan kotak hadiah sodaqoh tadi). Akhirnya kami berpisah menjadi dua kelompok. Sandal dan makanan dalam kantong plastik, aku gantungkan aja deket pintu dibawah tangga agar kami bebas melakukan tawaf tanpa membawa beban. Kami mulai turun ke pelataran tawaf dekat ka’bah, dan menuju ke posisi pojok start / rukun hajar aswad.
Tawaf Ifadah, 10 DzulhijahBegitu mau memasuki pintu Babusalam, petugas melarang masuk melalui pintu tersebut karena kepadatan jamaah yang melakukan sa’i sudah membludak, tak bisa memotong arus sa’i, akhirnya kami memutuskan untuk lewat atas melalui pintu disebelahnya. Seperti biasa petugas memeriksa barang bawaan, satu persatu kami lolos dari pemeriksaan. Tinggal dua rekan (suami isteri) yang tertahan tidak boleh membawa makanan ke dalam (padahal kami sama-sama membawa buah-buahan dan kotak hadiah sodaqoh tadi). Akhirnya kami berpisah menjadi dua kelompok. Sandal dan makanan dalam kantong plastik, aku gantungkan aja deket pintu dibawah tangga agar kami bebas melakukan tawaf tanpa membawa beban. Kami mulai turun ke pelataran tawaf dekat ka’bah, dan menuju ke posisi pojok start / rukun hajar aswad.
Subhanallah, luar biasa jumlah jamaah yang akan menyelesaikan tawaf saat itu, rasanya tidak ada ruang kosong lagi untuk bisa menggerakkan badan. Sedikit demi sedikit kami mengikuti putaran arus tawaf (aku bisikkan ke isteri nanti pasang niat dan selalu perhatikan gerakan aku), sehingga sampailah kami dipojok start hajar aswad, Aku mulai mengukur sudut yang tepat antara lampu hijau didinding masjid dan sudut hajar aswad, untuk mengira-ngira pas ini juga luar biasa perjuangan karena dorongan arus tawaf yang begtu besar, begitu aku rasa sudah pas sudut mulai, aku mulai berniat didalam hati untuk melakukan tawaf kemudian ”Bismillahi Allahu Akbar” aku langkahkan kaki kanan yang diikuti juga oleh isteri, dan kedua orang mertua abangku, mulailah kami berusaha menyelesaikan satu putaran yang pertama. Baru beberapa meter berselang, rekanku yang dari Indosat terpisah karena dipecah oleh gelombang arus tawaf. MasyaAllah berat nian rasanya perjuangan untuk menyelesaikan putaran demi putaran karena himpitan, sikutan, dorongan para jamaah. Tadinya kami berusaha bergerak menuju ke putaran dalam agar jarak lintasan tidak terlalu jauh, namun kondisi ini sangat membahayakan, dimana dorongan yang dasyat terjadi didekat hajar aswad, maqom Ibrahim.
Maqom Ibrahim, 10 DzulhijahAku putuskan untuk menarik isteri untuk mulai menjauhi lingkaran, aku terus berusaha mengarahkan untuk berada disisi paling luar lintasan tawaf. Aku dan isteri mulai konsentrasi, memasrahkan diri secara ikhlas kepada sang Khalik, meresapi makna tawaf yang sebenarnya terus berjuang agar selalu berada didalam garis orbit Sunnatullah, semakin dekat dengan Allah maka semakin ringan keidupan ini begitupun dengan tawaf ini semakin kita memasrahkan diri kepada Allah, InsyaAllah setiap putaran tidak terasa akan segera berakhir. Setelah dua putaran, berkumandang Adzan Dhuhur, semua jamaah mulai menghentikan gerakan tawaf untuk mencari posisi shaf shalat, karena kalau tidak mengambil posisi maka kita akan kesulitan untuk dapat sholat.
Terik matahari yang menyengat seolah hilang ditelan alunan suara murattal imam besar masjidil haram, Abdurahman As Sudais, air mata seakan menjadi pelangkap kenikmatan sholat ditempat yang mulia. Setiap kali Allah menyingkapkan suatu rahasia kepada akal imani, Allah menghentikannya pada rahasia yang lain, agar yang ghaib itu tidak tunduk pada kemutlakan, kemampuan pembuat hukum. Sesunguhnya ibadah haji itu melalui beberapa tahapan, mulai dari pilihan keimanan dan kesaksian bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah. Dengan pilihan keimanan ini, manusia masuk ke dalam ruang lingkup taklif (penugasan) yang diikut sertai oleh segenap orang-orang beriman kepada Allah dan RasulNya. Itulah kenapa ritual haji tidak semua dilakukan di tanah haram namun ada juga yang diluar tanah haram seperti Arafah,Muzdalifah dan Mina. Dan setiap bagian mempunyai dimensi dan makna yang berbeda. Empat rakaat berlalu dengan perasaan yang luar biasa, sulit terbayangkan. Aku lanjutkan sisa putaran, dan semakin tidak terasa ternyata telah menyelesaikan 5 putaran, memasuki putaran ke enam, ada seorang jamaah dari India yang pergerakannya cukup brutal mendorong kesana kemari, untuk mengehentikannya akupun memberi isyarat agar dia bersabar. Buah dari peringatanku kepada dia aku diberi tasbih tawaf (tasbih ini sepertinya hanya jemaah India yang membawa, tasbih yang isinya bijinya hanya 7 butir dan memang berfungsi untuk alat bantu menghitung setiap putaran tawaf yg sudah kita selesaikan), isteripun dapat satu. Syukron..jawabku sambil senyum. Sebelumnya aku menghitung jumlah putaran dengan menggunakan alat bantu karet gelang yg dipindahkan dari tangan kiri ke tangan kanan. Untuk menyelesaikan putaran teralkhir, kami tetap konsisten untuk berada dilingkaran terluar agar mudah kami melepaskan diri dari area tawaf. Selesai putaran ke 7, aku dan isteri menuju ke area masjid untuk memilih posisi searah dengan Maqom Ibrahim, untuk melaksanakan Sholat sunnah setelah tawaf karena jika melaksanakan di area tawaf tidak mungkin lagi karena jamaah yang tawaf sudah luber sampai keluar (termasuk semua lantai dimasjid penuh sesak dipakai untuk lintasan tawaf). Setelah kurasa mendapat tempat yang cukup, dan isetri berada tidak jauh dariku, kami melaksanakan sholat sunnah dilanjutkan dengan do’a. Setelah puas dengan do’a, kami menuju dispenser Air Zamzam (kalau dulu untuk minum air zamzam kita bisa ke sumur zamzam yang letaknya dilantai bawah, saat ini sumur tsb sudah ditutup dan digantikan dengan dispenser).
Tempat Minum Air zamzam, 10 Dzulhijah
Minum cukup banyak dan menyiramkan air zamzam ke kepala, Alhamdulillah..lega rasanya bisa menyelesaikan rukun haji (Tawaf Ifadah). Cuma aku perhatikan kain ihramku lecek nggak keruan karena gesekan-gesekan dengan jamaah ketika tawaf tadi.
Pelaksanaan Sa'ie, 10 Dzulhijah
Kami memutuskan tidak melanjutkan sa’i, karena badan terasa cukup lelah dan makan siang nampaknya harus diprioritaskan karena untuk menyelesaikan sa’i membutuhkan energi, karena pada saat ini semua jamaah ingin menyelesaikan rangkaian haji sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah. Aku, isteri dan kedua mertua abangku menuju tempat kami menempatkan bungkusan. Setelah nyampe, aku menuliskan pesan pada selembar kertas kecil yang kutempelkan ke bungkusan rekan yang terpisah pada saat tawaf tadi, aku tulis kalau kami langsung makan dan menuju makhtab, jadi tidak usah menunggu kami. Kami keluar menuju arah pintu Marwah, untuk mencari tempat makan. Didepan restoran masakan Indonesia ada Bapak2 yang mempromosikan restoran ini dengan menyebutkan menu-menu khas Indonesia, setelah sepakat sama isteri kami menuju lantai -2 restoran, dan memilih makanan yang disajikan dengan cara prasmanan. Air minum juice jeruk cukup melegakan dan menghilangkan haus dan lelah saat itu. Seperti rencana semula, sehabis makan kami menuju makhtab untuk mandi, dan ganti pakaian ihram. To be Continued..... Klik disini
No comments:
Post a Comment