Makanan sering menjadi persoalan bagi jamaah haji. Jemaah haji akan berada cukup lama di Tanah Suci. Sehingga jika persoalan makan tak diperhatikan, tentunya akan berdampak bagi kondisi kesehatan. Jika kesehatan memburuk sudah tentu ibadah akan terganggu. Persoalan makan mulai timbul sejak masuk di asrama haji, berlanjut di bandara, selama perjalanan ke Madinah dan Makkah, hingga sampai ditempat tujuan.
Di asrama haji embarkasi Palembang (Tahun 1427 H mulai menjadi embarkasi haji pertama kalinya), masih banyak jemaah yang terlambat mendapat jatah makan. Di bandara, bisa terjadi jamaah harus menunggu berjam-jam hal ini terjadi saat kami akan pulang ke Indonesia dimana tidak mendapat jatah makan dan baru mendapat makan ketika sudah terbang. Sedangkan dalam perjalanan dari Jeddah ke Madinah ketika berhenti di Wadi Qudaid, saat ini sudah tidak ada jatah makan lagi dan lagi ditempat pemberhentian ini tidak menjual makanan seperti nasi, paling hanya teh,kopi dan susu itupun kita beli sendiri.
Sarapan pagi dengan Donut..ada koq.
Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan itu, sebaiknya tiap jamaah bisa menyediakan makanan kecil di tas tentengannya masing-masing. Jamaah bisa membawa persediaan biskuit, roti, kacang-kacangan, dan minuman kotak.
Packaging catering di Madinah
Selama di Tanah Suci jamaah bisa membeli makanan atau memasak sendiri (namun sebaiknya untuk lebih konsentrasi ke ibadah, tidak usah ada kegiatan masak memasak). Makanan jadi (siap santap) mudah didapat di Madinah dan Makkah. Kalau di Madinah, jemaah haji saat ini mendapat jatah makan sebanyak 2 kali dalam sehari (makan siang dan makan malam). Teorinya begitu, tapi di lapangan banyak teori tak sesuai kenyataan. Kendala yang sering muncul dimana waktu datang makanan ini tak selalu tepat. Makan siang kadang datang molor hingga pukul 16.00. Makan malam, ada yang baru datang pukul 21.00. Tak hanya soal waktu kedatangan, menunya pun kadang bikin keki. Bersiaplah untuk mendapat menu nasi, buncis, daging kambing, atau ayam berulang-ulang. Soal rasa, jangan tanya. Yang penting dimakan saja. Namun kalau merasa bosan, banyak yang menjual aneka makanan dari berbagai roti sampai nasi plus lauk pauknya. Yang celakanya catering haji ini ada batas waktu penyajian, terkadang jamaah mendapat jatah makan yang sudah memasuki injury time sehingga bisa menimbulkan penyakit (hati-hati kalau sajian makanan sejenis daging yang sudah menunjukkan tanda berbusa, walaupun sajian tsb Anda terima dalam keadaan hangat tetapi sebenarnya makanan tsb sudah rusak. Hal ini pernah dialami jamaah kami sehingga menimbulkan sakit perut).
Belanja makan di Restoran Indonesia
Berbagai Jenis Menu Indonesia (1 porsi lengkap mulai dari 5 s/d 10 Rls)
Mau menu lainnya....tinggal pilih (bungkus lalu bayar di kasir)
Kalau di Mekkah banyak kita jumpai pedagang TKW Indonesia yang menawarkan makanan disepanjang jalan yang kita lalui bahkan sampai ke depan pintu penginapan. Harganya cukup murah nasi putih 1 riyal, ikan 1 riyal, ayam 3 riyal, rata2 sayuran (asem,soto,sop,dll) harganya 1 riyal. (satu riyal sekitar Rp 2.600). Namun pengalaman saya beli makanan di pedagang TKW pada musim haji tahun ini cukup mengecewakan, karena mereka menjual makanan seenaknya saja, disamping ukurannya sedikit juga tidak berkualitas (bahan makanan yg sdh tidak laku kemarin masih dijual lagi) ini terjadi hampir disemua penjual disepanjang jalan menuju Hafair. Padahal waktu haji tahun 2003 sebelumnya di wilayah Azijiyah para pedagang ini menjual dagangan yang cukup memuaskan.
Kapok dengan penyajian dari penjual TKW, kami mencoba beli makanan di warung / restoran Indonesia, kalau di wilayah Hafair ada warung Indonesia khas Jakarta, Madura, Bogor. harganya ternyata malah lebih murah dibanding kalau kita beli di kaki lima atau di si mbak dipinggir jalan tadi, kelebihan lain makanan juga masih fresh, menunya macem-macem (soto, sop, kari, sate,bakso,dll) serasa kita di Indonesia sehingga dengan kondisi makanan yang terjamin bisa menghindarkan kita dari penyakit diare yang mungkin dapat menyerang kita ketika kondisi tubuh sedang menurun.
Nasi Briyani
Atau mau coba nasi Mandi
Jatah Makan di Mina
Selama di Arafah dan Mina, makanan disediakan. Namun pada musim Haji 1427 H memang terjadi kendala pendistribusian. Musibah itulah salah satu kata yg menghiasi media pada pelaksanaan Ibadah Haji 1427 H. Berita kelaparan seputar pelaksanaan haji ARMINA (Arafah, Mina dan Musdalifah) menjadi bahan ulasan dari media elektronik dan cetak di Indonesia. Beragam pengalaman yang bisa kita dengar akan diekspresikan oleh saudara-saudara kita yang baru pulang dari pelaksanaan haji.
Kebetulan sebelum ke Arafah saya dan rombongan berjumlah 13 orang menuju ke Mina terlebih dahulu untuk mabit disana, kami lihat makanan yang dimasak di Mina memang banyak yang tidak terkirim sehingga banyak mubazir. Hal inilah yg menyebabkan banyak jemaah haji yang tidak mendapat jatah makanan sampai masuk ke Muzdalifahpun belum ada pembagian jatah makan. Alhamdulillah kami sudah membawa bekal baik roti maupun nasi dari Mekkah karena memang kami berpisah dari rombongan besar sehingga kami tidak terlalu merasakan kelaparan seperti saudara-saudara kami yang lain. Namun para jemaah kami lihat sangat tabah dalam menerima cobaan ini, karena semua yakin Allah akan mengganti dengan yang lebih baik jika kita mampu ikhlas menerimanya, tentu....haji 1427H ditetapkan sebagai haji akbar, sama seperti pelaksanaan hajinya Rasulullah (wukuf bertepatan hari jum'at) tentunya ini juga faktor yang membuat kesabaran jemaah haji cukup tinggi.
Dalam perjalanan ARMINA, jangan lupa membawa makanan kecil karena sangat mungkin perjalanan ke Arafah dan kembali ke Mina memakan waktu lama. Jika jamaah ke Arafah dengan jalan kaki, jangan lupa bekali tas ransel dengan makanan dan minuman serta buah-buahan, mengantisipasi kesulitan mendapat makan di jalan. Pengalaman waktu haji 1426H banyak jamaah haji dari Indonesia yang kelaparan, Alhamdulillah kami yang pisah dari rombongan dengan antisipasi bekal seperti ini, tidak mengalami kelaparan sebagaimana yg dialami saudara-saudara kita yang lain.
Selama di Tanah suci bila tidak ingin memasak jamaah haji bisa membawa makanan yang tahan lama dari Tanah Air. Misalnya rendang, abon, dendeng, sambal goreng kacang, kecap, mie instant, saus tomat atau sambal sachet atau makanan lainnya sesuai khas dari masing-masing daerah (kalau dari Palembang anda bisa bawa cuko kental, bisa beli yg sudah jadi di toko kerupuk, nanti disana tinggal ditambah air, cuko ini bisa jadi teman makan bala-bala yang mudah didapat kalau mau beli disana). Makanan khas Tanah Air ini sangat membantu untuk mempertahankan nafsu makan. Kita beribadah kalau logistik menunjang kan ibdah jadi lancar juga.
Kalau ingin memasak sebaiknya beli peralatan masak disana saja. Barang-barang itu bisa mudah didapatkan di Tanah Suci. Sia-sia saja memasukkan perlengkapan tersebut ke dalam koper, karena pasti nanti akan dirazia di embarkasi dan lagi akan menambah beban barang bawaan kita aja. Bahan-bahan masakan juga bisa didapat dengan mudah di Makkah maupun Madinah. Sayuran, beras, buah, telur, ikan, daging, bisa mudah dibeli. Ada baiknya bumbu dibawa dari Tanah Air. Kalau saranku sih, dengan informasi mudahnya memperoleh makanan selama di atanah suci, ngga usah repot-repot masak deh..beli aja di resto Indonesia (jangan di mbak-mbak yang jualan dipinggir jalan karena harganya hampir sama koq. bahkan cenderung mahal). Konsentrasikan tenaga dan pikiran kita selama di tanah suci hanya untuk keperluan Ibadah daripada harus ribet dengan acara masak memasak. Lagian Living Cost yang dikembalikan ke jamaah sebesar 1500 Riyals sudah lebih dari cukup untuk keperluan makan di sana(udah termasuk bayar Dam lagi, untuk amannya pisahkan dulu uang untuk bayar dam dengan keperluan makan kalau perlu bayarkan di awal ke ketua rombongan uang Dam tsb sehingga tidak jadi pikiran lagi). Untuk jamaah ONH Plus, makanan sepertinya tak menjadi persoalan. Hanya saja kadang-kadang makanan jatah jamaah haji yang diberikan selama di Madinah dan Arafah, Mina rasanya tak selalu cocok dengan lidah orang Indonesia. Jadi jangan bayangkan soto selalu berasa soto seperti yang biasa dimakan di Tanah Air. (source photo :yayansuyanto)
No comments:
Post a Comment