Suasana Tawaf di Masjidil Haram
Sekarang aku akan selesaikan cerita pengalaman hajiku pada 1427 H. Perjalanan Haji memberikan banyak kenikmatan beribadah. Saat saat damai dan kedekatan dengan Allah adalah waktu-waktu yang berharga. Kesempatan untuk bertobat dan memohon ampun di Baitullah adalah hal yang langka, yang tidak semua ummat Islam mendapatkannya. Saat saat bersujud, memanjatkan doa dan memohon ridho-Nya dengan berlinang air mata adalah moment yang luar biasa yang mempunyai kenikmatan tersendiri dan sulit terlukiskan, sulit diucapkan, sulit digambarkan. Subhannallah.
Begitupun saat saat perpisahan dengan Baitullah semakin dekat, hari H yang dijadwalkan utuk Kloter kami (Kloter-3 Gelombang I Embarkasi Palembang) tiba juga. Setiap jamaah haji pasti merasakan kesedihannya karena selama menunaikan ibadah ditanah suci jemaah haji mampu melepaskan segala macam egoisme dan kesombongan manusia, yang merupakan akar berbagai macam kesulitan dan musibah dalam masyarakat yang selama di tanah air selalu melekat dalam diri manusia. Selama di tanah suci suasana jiwa manusia pun tersiapkan untuk menuju ke arah kesempurnaan. Hati dan jiwa manusia pelaksana ibadah haji, dengan terbukanya rantai-rantai keinginan hawa nafsu yang membelengu, akan memperoleh kekuatan tak terbatas untuk terbang semakin tinggi, menuju kepada kehidupan yang diinginkan, di dalam suatu ufuk yang luas serta di dalam udara yang lebih baik dan lebih mulia.
Ibadah haji adalah sebuah kesempatan, dimana seseorang dapat membebaskan diri dari dirinya sendiri, dan menyatu dengan Dzat yang Mutlak, tempat bergantung segala sesuatu yang maujud. Sesungguhnya haji adalah suatu ibadah yang mengandung segala unsur pernyataan diri sebagai hamba. Hal inilah yang memberikan keagungan kepada ibadah Ilahiyah ini.
Suasana Pelaksanaan Tawaf Wada'Begitupun saat saat perpisahan dengan Baitullah semakin dekat, hari H yang dijadwalkan utuk Kloter kami (Kloter-3 Gelombang I Embarkasi Palembang) tiba juga. Setiap jamaah haji pasti merasakan kesedihannya karena selama menunaikan ibadah ditanah suci jemaah haji mampu melepaskan segala macam egoisme dan kesombongan manusia, yang merupakan akar berbagai macam kesulitan dan musibah dalam masyarakat yang selama di tanah air selalu melekat dalam diri manusia. Selama di tanah suci suasana jiwa manusia pun tersiapkan untuk menuju ke arah kesempurnaan. Hati dan jiwa manusia pelaksana ibadah haji, dengan terbukanya rantai-rantai keinginan hawa nafsu yang membelengu, akan memperoleh kekuatan tak terbatas untuk terbang semakin tinggi, menuju kepada kehidupan yang diinginkan, di dalam suatu ufuk yang luas serta di dalam udara yang lebih baik dan lebih mulia.
Ibadah haji adalah sebuah kesempatan, dimana seseorang dapat membebaskan diri dari dirinya sendiri, dan menyatu dengan Dzat yang Mutlak, tempat bergantung segala sesuatu yang maujud. Sesungguhnya haji adalah suatu ibadah yang mengandung segala unsur pernyataan diri sebagai hamba. Hal inilah yang memberikan keagungan kepada ibadah Ilahiyah ini.
Berdasarkan hasil rapat ketua rombongan, besok sehabis subuh dilakukan Tawaf Wada’ (Tawaf perpisahan). Karena sesuai kesepakatan dengan pengelola maktab dan panitia haji, sehabis Dhuhur rombongan akan bertolak menuju Jedah untuk selanjutnya bertolak ke tanah air. Tentunya perasaan sedih akan berpisah dengan moment-momet terindah dalam beribadah di Baitullah akan semakin mendekati kenyataan untuk berpisah. Perasaan itu pulalah yang tentunya harus dapat dimanfaatkan sampai ke waktu-waktu yang paling berharga pada saat perpisahan dengan Sang Khalik di rumahNya yang mulia itu.
Aku mengajak isteri untuk membuat planning jadwal sejak dini hari sampai detik-detik perpisahan dengan Baitullah. Aku dan isteri sepakat untuk melaksanakan tawaf wada’ sehabis waktu Dhuha. Dini hari kami berangkat menuju masjidil haram lebih awal, dan seperti biasa melakukan beberapa aktifitas ibadah.Kami mengambil posisi ibadah saat itu ketempat yang dapat melihat bangunan ka’bah secara langsung sehingga merasakan betul keagungan rumah Allah dan pemilik rumah tersebut. Ketika memandang sekeliling masjidil haram dan Baitullah, bertambahlah kesedihan hati ini, apalagi sebentar-sebentar melihat kearah jam masjid yang tergantung di ruangan masjid seakan-akan waktu lebih cepat bergerak dari yang seharusnya.
Aku mengajak isteri untuk membuat planning jadwal sejak dini hari sampai detik-detik perpisahan dengan Baitullah. Aku dan isteri sepakat untuk melaksanakan tawaf wada’ sehabis waktu Dhuha. Dini hari kami berangkat menuju masjidil haram lebih awal, dan seperti biasa melakukan beberapa aktifitas ibadah.Kami mengambil posisi ibadah saat itu ketempat yang dapat melihat bangunan ka’bah secara langsung sehingga merasakan betul keagungan rumah Allah dan pemilik rumah tersebut. Ketika memandang sekeliling masjidil haram dan Baitullah, bertambahlah kesedihan hati ini, apalagi sebentar-sebentar melihat kearah jam masjid yang tergantung di ruangan masjid seakan-akan waktu lebih cepat bergerak dari yang seharusnya.
Setelah Sholat Subuh, aku dan isteri keluar untuk mencari sarapan pagi diseputar masjidil haram banyak dijual makanan. Kemudian menuju ke super market "Bin Dawood" yang ada dilantai dasar hotel Hilton, untuk membeli kursi duduk (aku lihat banyak jamaah haji yang sudah sepuh menggunakan kursi ini sambil membaca al qur'an, dengan kursi ini dapat membantu menyanggah punggung dikala duduk), aku membeli ini untuk oleh-oleh yang akan kupergunakan jika menunggu waktu subuh setelah tahajud di tanah air pikirku.
Lebih kurang pukul 10.00 was, kami memasuki masjidil haram setelah sebelumnya menyelesaikan urusan hajat dan wudhu. Tawaf kali ini kami tidak masuk dari pintu Babussalam tetapi dari pintu depan hotel Hilton. Tasbih untuk tawaf aku pegang dijari tangan kanan, kemudian perlahan kami menuruni tangga dan bergerak kepelataran Ka'bah mendekati sudut Hajar Aswad dengan berpatokan (by Feeling) ke arah sudut lampu hijau yang ditempatkan didinding Masjid. Bismillahi Allahu Akbar, kami langkahkan kaki kanan mengawali putaran peratam Tawaf, setapak demi setapak sudut-sudut Ka'bah kami lalui. Cucuran air mata semakin membasahi, tatkala kami meresapi do'a dan dzikir kami sampaikan kepada pemilik bangunan yang mulia ini.
Tujuh putaran kami lalui, dan dilanjtkan dengan sholat dibelakang maqom Ibrahim. Setelah itu kami memilih posisi setntang dengan Multazam, untuk bermunajat, berdo'a kepada sang Khalik di detik-detik perpisahan dengan rumah yang mulia. Tak ada yang tidak menangis ketika hamba-hamba yang mengakui banyak kelemahan bersimpuh dihadapanNya, semua yang aku lihat ditempat itu mengangis sesenggukan. Inilah hakekat penghambaan diri manusia, yang merasa kecil dihadapanNya, yang merasa ketidak berdayaannya, dan yang masih mengharapkan kasih sayang dan ampunanNya.
Tujuh putaran kami lalui, dan dilanjtkan dengan sholat dibelakang maqom Ibrahim. Setelah itu kami memilih posisi setntang dengan Multazam, untuk bermunajat, berdo'a kepada sang Khalik di detik-detik perpisahan dengan rumah yang mulia. Tak ada yang tidak menangis ketika hamba-hamba yang mengakui banyak kelemahan bersimpuh dihadapanNya, semua yang aku lihat ditempat itu mengangis sesenggukan. Inilah hakekat penghambaan diri manusia, yang merasa kecil dihadapanNya, yang merasa ketidak berdayaannya, dan yang masih mengharapkan kasih sayang dan ampunanNya.
Setelah +/- 30 menit kami berdo'a, kami menikmati hidangan Air zamzam yang disediakan melalui dispenser dipinggir pelataran Ka'bah, setiap tegukan air zamzam terasa nyaman mendinginkan suasana bathin yang dari tadi bergejolak.
Kami pulang menuju maktab dengan berjalan kaki, Alhamdulillah seluruh rangkaian ibadah haji telah kami lalui dengan ditutupnya rangkaian ibadah tersebut melalui tawaf wada' ini.
Dan bagi jamaah haji yang telah menyelesaikan tawaf Wada', maka diharuskan segera meninggalkan kota Makkah (tidak boleh berlama-lama lagi kecuali ada keperluan yang mendesak). Selanjutnya adalah persiapan perjalanan ke Jeddah setelah Sholat Dhuhur di masjid sebelah maktab.
No comments:
Post a Comment