Sebentar lagi akan datang bulan Dzul-Hijjah,bulan dimana ummat muslim merindukan untuk dapat menunaikan rukun Islam ke-5, bulan yang selalu mengingatkan kaum muslimin akan keagungan ibadah haji, sebuah ibadah yang dikatakan oleh Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَج الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu anhu bahwasanya Rasululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda : “Umroh kepada umroh lainnya adalah penebus dosa antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. Bukhori: 1773, Muslim: 1349).
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَج الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu anhu bahwasanya Rasululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda : “Umroh kepada umroh lainnya adalah penebus dosa antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. Bukhori: 1773, Muslim: 1349).
Namun sayangnya kita melihat semangat kaum muslimin untuk melaksanakan ibadah mulia ini terkadang tidak sebanding dengan semangat mereka untuk mengupayakan agar ibadahnya sesuai dengan sunnah Rasululloh shollallohu alaihi wa sallam serta. Dengan kemudahan-kemudahan yang didapat didalam perjalanan haji dewasa ini banyak terjadi di lapangan bahwa haji yang diidamkan oleh sebagian kaum muslimin hanyalah sekedar formalitas belaka saja, bahkan ada yang teganya hanya mencari tujuan-tujuan duniawi semata ( ingin menaikkan status sosial, ingin dipandang sebagai orang yang jujur,ingin dipanggil pak/bu haji,dsb).
Kembali ke topik bahasan kita tentang Mahrom haji (terkadang orang salah menyebut menjadi muhrim,
padahal dua kata ini sangat berbeda arti. Muhrim adalah orang yang menetap untuk melaksanakan haji sedangkan mahrom adalah orang yang haram untuk dinikahi bisa dilihat di QS:An-Nisa 22 - 24). Mahrom pada pembahasan ini tentunya berkaitan dengan perjalanan ibadah haji atau umrah bagi muslimah (perempuan), dimana ada aturan-aturan syar’ie yang mewajibkan perempuan didampingi oleh mahromnya.
Kedubes Arab Saudi di Jakarta sendiri sebenarnya sudah membuat aturan ketentuan untuk wanita yang akan menunaikan ibadah umrah dan haji harus disertai mahrom. Bahkan awal bulan September 2009 ini Kedubes Arab Saudi kembali memperketat pelaksanaan aturan tsb khususnya untuk perjalanan umrah bagi jemaah perempuan, perempuan yang berusia di bawah 45 tahun, harus bersama dengan mahromnya dengan dibuktikan kartu keluarga (KK), akta kelahiran, atau surat nikah.
Mudah-mudahan langkah ini menjadi efektif untuk meminimasi kecurangan yang sering dilakukan oleh biro-biro perjalanan umrah dimana ada sebagian dari biro perjalanan inii yang demi kelangsungan bisnisnya menyiasati aturan mahrom dengan "memahromkan" kepada jemaah laki-laki lain, meski tidak ada ikatan keluarga atau pernikahan dengan perumpuan tersebut.
Seorang perempuan yang usianya belum 45 tahun, harus "dimahromkan" kepada seorang laki-laki dengan status adik, kakak, kakek, cucu, ayah, paman, keponakan, atau suaminya.
Misalnya, Ibu X yang usianya belum 45 tahun nanti dibuatkan dokumentasinya seolah-olah sebagai istri dari Bapak Y. Sesungguhnya, Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur masalah perjalanan safar termasuk pergaulan antar pria dan wanita dan masalah mahrom.
Kedubes Arab Saudi di Jakarta sendiri sebenarnya sudah membuat aturan ketentuan untuk wanita yang akan menunaikan ibadah umrah dan haji harus disertai mahrom. Bahkan awal bulan September 2009 ini Kedubes Arab Saudi kembali memperketat pelaksanaan aturan tsb khususnya untuk perjalanan umrah bagi jemaah perempuan, perempuan yang berusia di bawah 45 tahun, harus bersama dengan mahromnya dengan dibuktikan kartu keluarga (KK), akta kelahiran, atau surat nikah.
Mudah-mudahan langkah ini menjadi efektif untuk meminimasi kecurangan yang sering dilakukan oleh biro-biro perjalanan umrah dimana ada sebagian dari biro perjalanan inii yang demi kelangsungan bisnisnya menyiasati aturan mahrom dengan "memahromkan" kepada jemaah laki-laki lain, meski tidak ada ikatan keluarga atau pernikahan dengan perumpuan tersebut.
Seorang perempuan yang usianya belum 45 tahun, harus "dimahromkan" kepada seorang laki-laki dengan status adik, kakak, kakek, cucu, ayah, paman, keponakan, atau suaminya.
Misalnya, Ibu X yang usianya belum 45 tahun nanti dibuatkan dokumentasinya seolah-olah sebagai istri dari Bapak Y. Sesungguhnya, Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur masalah perjalanan safar termasuk pergaulan antar pria dan wanita dan masalah mahrom.
Larangan Bagi Wanita Safar Tanpa Mahrom
Rasululloh shollallohu alaihi wa sallam secara tegas melarang wanita mengadakan safar (perjalanan jauh) kecuali bersama mahromnya. Diantara dalilnya ialah :
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ سَفَرًا يَكُونُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصَاعِدًا إِلاَّ وَمَعَهَا أَبُوهَا أَوِ ابْنُهَا أَوْ زَوْجُهَا أَوْ أَخُوهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا
Dari Abu Sa’id al-Khudri rodhiyallohu anhu berkata : Rasululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda : “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Alloh dan hari akhir untuk melakukan safar selama tiga hari atau lebih kecuali bersama bapaknya, anak laki-lakinya, atau mahromnya yang lain.” (HR.Muslim : 1340).
Dan beberapa hadist lainnya yang serupa dengan larangan di atas.
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ سَفَرًا يَكُونُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصَاعِدًا إِلاَّ وَمَعَهَا أَبُوهَا أَوِ ابْنُهَا أَوْ زَوْجُهَا أَوْ أَخُوهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا
Dari Abu Sa’id al-Khudri rodhiyallohu anhu berkata : Rasululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda : “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Alloh dan hari akhir untuk melakukan safar selama tiga hari atau lebih kecuali bersama bapaknya, anak laki-lakinya, atau mahromnya yang lain.” (HR.Muslim : 1340).
Dan beberapa hadist lainnya yang serupa dengan larangan di atas.
Terus Apakah Wanita boleh melaksanakan Haji atau Umrah tanpa Mahrom ?
Mari kita ulas sedikit:
1. Kalau haji itu bukan haji wajib, tetapi haji sunnah, misalkan haji kedua dan seterusnya; maka jumhur ulama mengatakan haram safar seorang wanita untuk melakukan haji sunnah tanpa mahrom berdasarkan keumuman hadits-hadits di atas. Bahkan Syaikh Abu Malik hafidhohulloh menyatakan bahwa ini adalah kesepakatan ulama (lihat Shohih Fiqhus Sunnah 2/165).Berkata Imam an-Nawawi rohimahulloh : “Yang shohih dengan kesepakatan para ulama dan inilah yang ditegaskan oleh Imam Syafi’i bahwa tidak boleh seorang wanita melakukan itu, karena itu bukan safar wajib.” (al-Majmu;7/87).
2. Namun kalau untuk safar haji wajib, maka terdapat khilaf di kalangan ulama.
Sebagian di antara mereka mengatakan tetap haram, dan wanita menjadi gugur kewajiban hajinya kalau tidak ada mahrom yang menyertainya. Ini adalah madzhab Hanabilah dan Hanafiyyah (lihat al-Mughni 3/230 dan al-Bada’i 3/1089). Dan sebagian ulama lainnya membolehkan tanpa mahrom untuk safar haji wajib, dengan syarat jalan menuju Makkah aman dan dia bersama jama’ah wanita terpercaya. Ini adalah madzhab Malikiyyah dan Syafi’iyyah (lihat Bidayatul Mujtahid 1/348 dan al-Majmu’ 7/68).
Kesimpulannya :
Mari kita ulas sedikit:
1. Kalau haji itu bukan haji wajib, tetapi haji sunnah, misalkan haji kedua dan seterusnya; maka jumhur ulama mengatakan haram safar seorang wanita untuk melakukan haji sunnah tanpa mahrom berdasarkan keumuman hadits-hadits di atas. Bahkan Syaikh Abu Malik hafidhohulloh menyatakan bahwa ini adalah kesepakatan ulama (lihat Shohih Fiqhus Sunnah 2/165).Berkata Imam an-Nawawi rohimahulloh : “Yang shohih dengan kesepakatan para ulama dan inilah yang ditegaskan oleh Imam Syafi’i bahwa tidak boleh seorang wanita melakukan itu, karena itu bukan safar wajib.” (al-Majmu;7/87).
2. Namun kalau untuk safar haji wajib, maka terdapat khilaf di kalangan ulama.
Sebagian di antara mereka mengatakan tetap haram, dan wanita menjadi gugur kewajiban hajinya kalau tidak ada mahrom yang menyertainya. Ini adalah madzhab Hanabilah dan Hanafiyyah (lihat al-Mughni 3/230 dan al-Bada’i 3/1089). Dan sebagian ulama lainnya membolehkan tanpa mahrom untuk safar haji wajib, dengan syarat jalan menuju Makkah aman dan dia bersama jama’ah wanita terpercaya. Ini adalah madzhab Malikiyyah dan Syafi’iyyah (lihat Bidayatul Mujtahid 1/348 dan al-Majmu’ 7/68).
Kesimpulannya :
- Wanita yang pergi haji tanpa mahrom, hajinya tetap sah meskipun dia berdosa karena telah melakukan safar tanpa mahrom
- Seorang wanita hendaknya jangan memaksakan diri pergi tanpa mahrom, karena masih banyak ibadah lainnya yang bisa dikerjakan tanpa adanya mahrom.
Kalau aturan administrasi ini mau dibuat tegas oleh pemerintah Indonesia,maka akan membawa kerugian biro-biro perjalanan umrah yang berorientasi ke bisnis, karena selama ini jumlah jemaah wanita lebih banyak daripada laki-laki. Kalau wanita yang berusia di atas 45 tahun tidak menjadi masalah, tetapi wanita di bawah usia 45 tahun, misalnya umrah pelajar maupun umrah-umrah lainnya, yang kadang seseorang berangkat tidak dengan mahromnya.
Semoga kaum wanita yang akan pergi menunaikan ibadah haji atau umrah mendapatkan rezeki, sehingga bisa berangkat dengan suami /mahrom disamping nikmat melaksanakan ibadah haji bersama suami isteri juga perjalanan tersebut tidak terkendala aturan syar’ie.Wallahualam bishowab.
No comments:
Post a Comment