Mengikuti KBIH bukanlah suatu kewajiban, yang bahkan seringkali kita temui justru KBIH tidak membimbing jamaah haji dengan benar, unsur bisnis lebih dikedepankan oleh yayasan-yayasan KBIH. Anda sudah kehilangan jutaan rupiah untuk biaya manasik haji. Padahal manasik haji yang diselenggarakan oleh departemen agama menurut saya justru lebih bagus, walaupun waktunya hanya 10 hari. Pengalaman saya waktu itu justru saya melihat yang diberikan dalam manasik haji depag sudah memadai.
Saya sudah menghimpun beberapa catatan manasik haji dari beberapa sumber buku karya ulama terkenal dan juga beberapa catatan manasik haji tahun 1423H dan 1427H, dan jika anda berminat membacanya anda dapat mendownloadnya (catatan tersebut bukan untuk dikomersialkan). Saya sendiri sudah mencetak catatan tersebut dalam bentuk buku saku yang saya beri judul "HajjaturRasul" (telah direvisi tanggal 19 Nov 2009)
Ringkasan Manasik Haji dan Umroh
( Oleh: Abu Syafwan bin Mahyudin Asik )
Tulisan tentang manasik ini dibagi dalam dua pembahasan, pertama tentang manasik umrohnya kemudian akan saya bahas tentang manasik haji.
Sekarang kita bahas tentang Manasik Umroh.
Al-Umroh secara bahasa adalah Az-ziyaroh atau berkunjung, adapun secara isitilah adalah berkunjung ke rumah Allah Ta'ala, Al Ka'bah dengan maksud untuk tawaf dan juga sa'i antara Safa dan Marwah. Ini adalah pengertian umroh secara bahasa maupun istilah. Dan umroh adalah ibadah yang agung memiliki keutamaan yg besar bagi orang yang melakukannya. Diantara dalil Sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi wasalam,
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: العمرةُ إلى العمرةِ كفَّارَةٌ لمَا بينَهمَا ، والحجُّ المبرورُ ليسَ لهُ جزاءٌ إلا الجنَّةُ
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ibadah umrah ke ibadah umrah berikutnya adalah penggugur (dosa) di antara keduanya, dan haji yang mabrur tiada balasan (bagi pelakunya) melainkan surga” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menunjukkan kepada kita salah satu keutamaan memperbanyak ibadah umrah. Hal ini disebabkan umrah memiliki keutamaan yang agung, yaitu dapat menggugurkan dan menghapuskan dosa-dosa. Dan yang dimaksud dengan dosa yang bisa dihapus di sini adalah dosa-dosa kecil, bukan termasuk dosa-dosa besar. Adapun dosa-dosa yang besar maka dihapus dengan bertaubat kepada Allah Ta'ala dan tidak cukup dengan ama sholeh, dalilnya didalam sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam yang lain :
حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ وَهَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ قَالَا أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ أَبِي صَخْرٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ إِسْحَقَ مَوْلَى زَائِدَةَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
Shalat lima waktu dan shalat Jum'at ke Jum'at berikutnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus untuk dosa antara keduanya apabila dia menjauhi dosa besar. [HR. Muslim No.344].
Oleh karena itu Allah Subhannallahu wata'ala berfirman,
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami akan masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). [an-Nisa/4:31].
Menunjukkan bahwa dosa yang bisa dihapuskan dengan amal sholeh, dengan umroh, dengan sholat dengan jum'at ke jum'at berikutnya hanyalah dosa kecil, adapun dengan dosa-dosa yang besar dihapus dengan bertaubat kepada Allah Ta'ala.
Diantara keutamaan umroh disebutkan didalam salah satu hadist,
فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً
“Umrah pada bulan Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Muslim no. 1256)
Dalam lafazh Bukhari yang lain disebutkan,
فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِى حَجَّةً مَعِى
“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku” (HR. Bukhari no. 1863).
ini menunjukkan keutamaan lain umroh dan besarnya pahala khususnya di bulan ramadhan. Yang dimaksud dalam hadist di atas setara/senilai dengan haji adalah dari segi balasannya atau dalam hal pahalanya yang senilai dengan pahala haji, dan bukanlah yang dimaksud barang siapa yang umroh di bulan ramadhan, sementara dia memiliki kewajiban haji akan gugur kewajiban hajinya.
Alhamdulillah kita berharap umroh yang dilakukan di bulan ramadhan ini dapat diterima dan diberi ganjaran pahala senilai pahala haji.
HUKUM MELAKSANAKAN UMROH
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini, ada yang mengatakan Sunnah dan ada diantara ulama yang menghukumi Wajib dilakukan sekali dalam seumur hidup bagi orang yang dipenuhi syarat wajibnya diantara yang memilih pendapat ini adalah Imam as syafi'i demikian juga pendapat imam Ahmad dan ini dikuatkan oleh kebanyakan ulama yang ada di Saudi Arabia, mereka mengatakan bahwasanya umroh in wajib dilakukan sekali dalam seumur hidup apabilaa terpenuhi syarat wajibnya. mereka berdalil dengan beberapa dalil diantaranta sabda Nabi Shalallahu Alaihi wasalam ketika beliau ditanya oleh Aisyah radhiaullahu anha,
يَا رَسَوْلَ اللهِ، هَلْ عَلَى النِّسَاءِ جِهَادٌ؟ قَالَ:
“Wahai Rasulullah, apakah ada jihad bagi wanita?” Beliau menjawab, “Jihad yang tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umrah.”
Ini menunjukkan wajibnya bagi wanita berjihad yang tidak ada peperangan didalamnya, para ulama mengatakan wanita yang lebih lemah dari laki-laki diberi pilihan wajib berjihada dalam hal umroh dan haji, apalagi laki-laki yang secara fitrah lebih kuat dari wanita, ini diantara dalil yang dijadikan ulama dalam menghukumi wajibnya umroh bagi muslim dan muslimah apabila terpenuhi syarat wajibnya. Apa yang dimaksud syarat-syarat wajibnya umroh.
syarat-syarat wajibnya umroh adalah perkara-perkara yang ada pada diri seseorang baik muslim maupun muslimah maka dia wajib melaksanakan umroh. Syarat wajib ini ada 5.
SYARAT dan WAJIB UMROH
1. Al Islam, yaitu seesorang beragama islam, orang tdk beragama islam dia tdk berkewajiban melaksanakan umroh dan kalau melakukan maka tdk sah umrohnya sampai dia masuk dalam agaama islam
2. BERAKAL, seorang yg tdk berakal, tidak berkewajiban melaksanakan umroh mesikpun memenuhi syarat yg lain spt islam, berkemampuan. Pena ini diangkat untuk 3 gollongan : salah satunya dari orang yg gila sampai dia berakal kembali, dari anak kecil sampai mimpi basah.
3. SUDAH DEWASA, anak yg belum dewasa tdk berkewajiban umroh dan seandainya dia umroh sebelum dewasa maka umrohnya sah tetapi tidak menggugurkan kewajiban untuk melakukan umroh kembali apabila sudah terpenuhi syarat wajibnya. Tanda kedeasaan ada 3 ( pertama seseorang sudah berumur 15 tahun, ke dua cirinya sdh keluar air mani baik dalam keadaan bangun maupun dalam keadaan tidur walau belum berusia 15 tahun, ke tiga keluar bulu kemaluan untuk wanita ditambah ciri ke empat yaitu sudah datang haid ).
4. Dalam keadaan MERDEKA, bukan sebagai budak atau hamba sahaya.
5. MEMILIKI KEMAMPUAN, yaitu kemampuan dalam dua segi ( phisik dan harta). Orang yg memiliki kemampuan phisik namun tidak memiliki kemampuan harta maka tidak ada kewajiban untuk melakukan umroh, dan apabila dia melakukan umroh maka umrohnya sah dan mengugurkan kewajibannya ( contoh orang yg diberangkatkan umroh oleh orang lain). Orang yg sdh tua renta atau sakit yg tidak diharapkan kesembuhannya maka dia wajib mewakilikan kepada orang lain untuk mewakilkannya untuk melaksanakan umroh, syarat orang yang melaksanakan umroh tersebut sudah pernah melakukan umroh dan tidak ada keharusan harus keluarga sendiri tetapi boleh oleh orang lain. Adapun untuk seorang wanita makna kemampuan adalah memilik mahrom, jadi apabila wanita tidak memiliki mahrom maka tidak boleh melakukan umroh. Yang dimaksud mahrom adalah suaminya atau orang lain yang diharamkan menikah dengannya ( nasab: ayah, paman, dsb susuan : suami dari seseorang yg pernah menyusui dia, dsb asbab pernikahan : mertua, menantu laki-laki). Adapun jika sudah terlanjur seorang wanita berpergian umroh tanpa mahrom, sementara dia tidak tahu, maka hendaklah dia bertaubat memperbanyak istighfar dan tidak mengulangi kembali.
Jika 5 syarat tsb terpenuhi hendaklah dia mempersiapkan diri untuk melaksanakannya. Dan hendaklah ia mengetahui adab-adab umroh.
ADAB-ADAB UMROH
1. Menjaga Keikhlasan, yaitu dia tidak melakukan ibadah ini kecuali mengharap ridho Allah ta'ala. Melakukan ibadah dengan ikhlas tentunya bukan perkara mudah, ulama memberikan panduan untuk mencapai keikhlasan dalam ibadah diantaranya :
a. Berusaha untuk menyembunyikan amal, usahakan apa yang kita lakukan tidak diketahui mahluk entah itu keluarga kita, teman kita dll. Ini yang diajarkan para salaf dimana mereka beramal kecuali dia dan Allah saja yang mengetahui amal yang dia lakukan, menyembunyikan amalan selagi amalan tersebut bisa disembunyikan.
b. Berusaha untuk melawan apabila ada bisikan2 syaitan yg berusaha untuk mengooda kita memalingkan kita dari keikhlasan untuk meminta sanjungan atau pujian manusia. Kita memohon pertolongan Allah dari godaan syaitan yang terkutuk
c. Berdo'a kepada Allah supaya diberikan keiklhasan, salah satu do'a :
اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك أَنْ أُشْرِكَ بِك وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُك لِمَا لَا أَعْلَمُ
Allaahumma Innii A'udzu bika an Usyrika bika wa Anaa A'lamuhuu wa Astaghfiruka Limaa Laa A'lamuhu
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik (menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui." (HR. Ahmad dan Shahih Abi Hatim serta yang lainnya, shahih)
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ
Allaahumma Innaa Na'udzu bika min an Nusyrika bika wa Anaa A'lamuhuu wa Nastaghfiruka Limaa Laa A'lamuhu
"Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik (menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan kami memohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui." (HR. Ahmad IV/403 dari Abu Musa al Asy'ari. Dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih al Targhib wa al Tarhib I/121-122 no. 36)
2. Berusaha untuk megetahui hukum-hukum yg berkaitan tentang umroh bisa dengan cara membaca buku, mendengarkan ceramah, bertanya kepada ahli ilmu,apalagi ibadah umroh ibadah yang jarang dilakukan. Walaupun orang yang beberapa tahun lalu pernah melakukan umroh belum tentu saat ini masih ingat pelaksanaan ibadah umroh. Jadi sebaiknya sebelum dia terjun didalam pelaksanaan ibadah umroh ini sebaiknya mempersiapkan diri dengan mempelajari hukum-hukum yang berkaitan tentang umroh ini, agar sesuai dengan cara umrohnya Rasulullah Shalallahu Alaihi wasalam.
AMALAN-AMALAN UMROH
Ada 3 tingkatan :
1. Rukun-rukun Umroh, adalah tingkatan yg paling penting. adalah perkara2 yang wajib dilakukan oleh orang yang umroh dan tidak ada gantinya apabila ditinggalkan, tidak dapat digantikan dengan uang dan tidak dengan tebusan DAM.
2. Kewajiban Umroh, ini adalah perkara yg wajib akan tetapi jika ditingalkan dengan sengaja atau tidak sengaja masih dapat diganti yaitu dengan membayar DAM dengan memotong kambing di tanah haram Mekkah dan dibagikan untuk orang-orang miskin yang ada di tanah haram di Mekkah
3. Perkara yang di Sunnahkan, yang apabila dikerjakan mendapat pahala apabila tidak dikerjakan tidak mempengaruhi sah tidaknya umroh
RUKUN-RUKUN UMROH
Jumlahnya ada 3 :
1. IHRAM, artinya niat untuk masuk dalam sebuah ibadah. ihram termasuk rukun dan barang siapa yg mengerjakan semua pekerjaan umroh tetapi dia tidak berniat maka umrohnya tidak sah, karena dia meninggalkan salah satu rukun umroh. dalil, innamal akmalu bin niat, Sesungguhnya amalan-amalan itu dengan niat. yang dimaksud dengan niat apa yg ada didalam hati kita, tergeraknya kita untuk melakukan sesuatu itu dinamakan dengan niat
2. TAWAF, yaitu mengelilingi ka'bah 7 kali dengan sifat-sifat yang sudah ditentukan syariat. Dalilnya " Dan hendaklah mereka tawaf disekitar rumah Allah ta'ala yang kuno
3. SA'IE, berjalan dari Sofa ke Marwah dan kembali dari Marwah ke Sofa, dalilnya Wahai manusia hendaklah kalian sa'ie karena sa'ie telah diwajibkan atas kalian.
Kalau kita sudah melakukan tiga perkara ini, yaitu Niat, Ihram, Tawaf dan Sa'ie berarti kita telah melakukan perkara-perkara yang penting dalam umroh ini.
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN UMROH
1. Niat dari Miqot, seseorang tidak boleh melakukan niat setelah miqot karena kewajiban dia niat dari miqot atau sebelum miqot. Jika melakukan niat setelah miqot maka dia telah meninggalkan salah satu kewajiban umroh yaitu niat dari miqot. Dan yg dimaksud dengan miqot, miqot makani yaitu miqot yang berupa tempat adalah tempat-tempat yang digunakan untuk start yaitu mulainya seseorang melakujnak ibadah umroh, jumlahnya ada 5 tempat yg mengelilingi kota mekkah.
a. Bir ali atau Dzulkhulaifah : letaknya di kota Madinah, dan miqat ini adalah miqat yang paling jauh diantara miqat-miqat yang lain, jaraknya dari Mekkah kurang lebih 450 km ini adalah miqot bagi penduduk MAdinah dan orang2 yang melewati kota MAdinah termasuk kita nanti
b. Zatu Iraq, ini miqat bagi orang2 yg datang dari kota iraq posisinya barat timur laut dari kota Mekkah yang jaraknya kurang lebih 90 Km
c. Qarnul manazil, ini posisinya di sebelah timur kota Mekkah jaraknya kurang lebih 75 km dari kota Mekkah. Dan ini merupakan miqat orang yang datang dari kota Nejd, sepeti dari Riyadh, Qasim dll
d. Yalamlam, sebelah selatan kota mekkah jaraknya kurang lebih 90 km. ini miqat bagi orang Yaman dan orang-orang yang melewatinya termasuk jamaah kita yang ingin melakukan umroh langsung karena tidak mampir dulu di Madinah, Niat Umroh dilakukan di atas pesawat. maka niatnya di pesawat pas berada di atas Yalamlam. sebaiknya sebelum naik pesawat kita pakai pakaihan ihram. Tetapibagi orang yang tidak langsung ke Mekkah tetapi hendak jiarah dulu ke Madinah maka miqatnya boleh di akhirkan di Bir Ali, boleh melewati Yalamlam tanpat berniat ihram.
e. Al Zuhfah, letaknya di barat laut kota Mekah, jaraknya kurang lebih 180 km. ini adalah miqat untuk bagi penduduk Syam,Urdun, Palestina, Mesir, Maghrib.
2. Ber TAHALUL, yaitu seseorang memendekkan atau menggunduli rambutnya bagi laki-laki dan bagi wanita cukup memendekkan rambut
PERKARA-PERKARA SUNNAH
Perkara-perkara yang disunnahkan didalam ibadah umroh, jumlahnya banyak dan kita tidak boleh meremehkan sunnah-sunnah ini, karena disinilah kita saling berlomba-lomba antara kita dengan saudara kita, mungkin dari kita semua yang melakukan umroh sama melakukan kewajiban dan rukun-rukun umroh akan tetapi yang membedakan kita dengan saudara kita adalah perkara-perkara yang disunnahkan, semakin banyak sunnah yang kita lakukan maka akan semakin besar pahalanya dan tentunya semakin sempurna umrohnya.
1. Mandi Sebelum Ihram, caranya sama seperti mandi sebelum sholat jum'at atau mandi janabah (mandi junub)
2. Memakai dua helai pakaian bagi laki-laki yang berwarna putih (kalau pakai selain putih boleh tetapi kita telah meninggalkan sunnah). Untuk wanita menggunakan pakaian syar'i ( berhijab) kecuali memakai sarung tangan dan menutup wajah ( bercadar).
3. Membersihkan bagian badan yang memang boleh dibersihkan seperti memendekkan kumis, mencukur bulu ketiak, memotong kuku, adapun jenggot tidak boleh dipotong baik dalam keadaan ihram maupun diluar ihram karena Nabi memerintahkan laki-laki membiarkan jenggot.
4. Mengucapkan,
لَبَّيْكَ عُمْرَةً
“labbaik ‘umroh”
(aku memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah).
5. ketika kita niat, ketika niat ihram dalam hati maka kita mengucapkan "labbaik umroh" atau "Labbaik Allahumma Umroh". ini hukumnya sunnah, seandainya kita tidak mengucapkan "Labbaik Allahumma Umroh" tetapi kita cukupkan dengan niat umroh maka umrohnya tetap sah.
6. Membaca Talbiyah, memperbanyak talbiyah dari miqat sampai sebelum kita tawaf yaitu membaca :
لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيْكَ.
لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ.
اِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَاْلمُلْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ
“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan ni’mata, laka wal mulk, laa syariika lak”.
(Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu).
Untuk laki-laki di sunnahkan mengeraskan suara talbiyahnya, sedangkan untuk wanita dengan pelan saja
7. Masuk Masjidil Haram dengan mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid:
أَعُوذُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيم
"A'udzu billaahil 'azhimi wa biwajhihil kariimi wa sulthoonihil qodiimi minasy syaithoonir rojiimi"
Artinya: "Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung, dengan wajah-Nya yang maha mulia dan kekuaasaan-Nya yang maha terdahulu, dari setan yang terkutuk." [HR. Abu Daud dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu’anhuma, Shahih Sunan Abi Daud: 485]
Kemudian membaca:
اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
"Allaahummaftah liy abwaaba rohmatik"
Artinya: "Ya Allah bukakanlah pintu-pintu rahmat-mu." [HR. Muslim dari Abu Usaid radhiyallahu’anhu]
Keluar masjid membaca:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِك
"Allaahumma inniy as-aluka min fadhlik"
Artinya: "Ya Allah aku memohon kepada-Mu anugerah dari-Mu." [HR. Muslim dari Abu Usaid radhiyallahu’anhu]
Dan bershalawat kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, lalu membaca,
اللَّهُمَّ اعْصِمْنِي مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
"Allaahuma'shimniy minasy syaithoonir rohim"
Artinya: "Ya Allah aku memohon perlindungan kepada-Mu dari setan yang terkutuk." [HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Shahih Ibnu Majah: 627]
Lafaz-lafaz do’a di atas berlaku umum di seluruh masjid. Tidak ada do’a khusus untuk masjidil Haram, baik ketika haji dan umroh maupun tidak.
8. Menuju ke rukun Hajar Aswad (perhatikan pakaian ihram dalam posisi itiba yaitu bahu kanan dalam keadaan terbuka dan posisi itiba ini hanya dilakukan saat tawaf Qudum saja selesai tawaf kembalikan posisi menutup bahu lagi), lalu mendatangi hajar aswad dengan mengucapkan
اللهِ َاللهُ أَكْبَرُ بِسْمِ
"Bismillah Allahu akbar”
lalu mengusapnya dengan tangan kanan dan menciumnya. Jika tidak memungkinkan untuk menciumnya, maka cukup dengan mengusapnya, lalu mencium tangan yang mengusap hajar Aswad. Jika tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka cukup dengan memberi isyarat kepadanya dengan mengangkat tangan kanan dari kejauhan, namun tidak mencium tangan yang memberi isyarat. Ini dilakukan pada setiap putaran thawaf.
Note: Ketika Tawaf bagi laki-laki disunnahkan untuk membuka bahu sebelah kanan dan menutup bahu sebelah kiri, dan ini yang dinamakan dengan ittba'. Ini disunnahkan ketika tawaf, adapun sebelum tawaf dan setelah tawaf maka tidak disunnahkan untuk membuka bahu sebelah kanan. ittba' ini hanya untuk tawaf qudum saja.
9. Mengelilingi ka'bah dengan banyak berdzikir, berdo'a, membaca al qur'an, shalawat dan tidak ada do'a-do'a atau dzikir yang khusus untuk setiap putaran yang ditetapkan Nabi Shalallahu alaihi wasalam.. Contoh do'a dari rukun hajar aswad sampai ke rukun yamani :
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar"
Boleh ditambah,
سُبْحَان اللهِ وَ الْحَمْدُ لِلّهِ وَ لآ اِلهَ اِلّا اللّهُ، وَ اللّهُ اَكْبَرُ وَلا حَوْلَ وَلاَ قُوَّة ِ الَّا بِاللّهِ
(Subhaanallaah, walhamdulillaah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu akbar, wala haulaa walaa quwwata illaa billaah).
dan membaca dzikir,
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْه
“Astaghfirullahal’adzim, alladzi la ilaha illa huwal hayyul qoyyumu wa atubu ilaih “
Boleh juga baca dzikir pagi dan sore, atau baca al qurán juga gak apa-apa.
10. Tiga putaran yang pertama, dianjurkan untuk melakukan raml, ar raml artinya memendekkan langkah dan juga mempercepat yaitu lari-lari kecil dan ini disunnahkan bagi laki-laki saja adapun wanita dengan jalan biasa.
11. Kemudian sampai di rukun yamani sebelum rukun hajar aswad maka disunnahkan mengusap rukun yamani, kalau tidak mampu karena banyaknya orang maka dilewatkan saja tanpa isyarat ( berlalu tanpa memberi isyarat ).
Note: Di rukun yamani hanya mengusap tidak disunnahkan untuk mencium rukun Yamani. Mencium itu kekhususan di rukun hajar aswad saja.
12. Perjalanan dari rukun Yamani ke hajar aswad disunnahkan memperbanyak do'a;
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar"
(Ya Rabb kami, karuniakanlah pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta selamatkanlah kami dari siksa neraka).
Boleh ditambah,
سُبْحَان اللهِ وَ الْحَمْدُ لِلّهِ وَ لآ اِلهَ اِلّا اللّهُ، وَ اللّهُ اَكْبَرُ وَلا حَوْلَ وَلاَ قُوَّة ِ الَّا بِاللّهِ
(Subhaanallaah, walhamdulillaah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu akbar, wala haulaa walaa quwwata illaa billaah).
dan membaca dzikir,
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْه
“Astaghfirullahal’adzim, alladzi la ilaha illa huwal hayyul qoyyumu wa atubu ilaih “
Boleh juga baca dzikir pagi dan sore, atau baca al qurán juga gak apa-apa.
13. Setelah 7 kali putaran tawaf, menutup kedua pundak lalu menuju ke belakang maqom Ibrahim, perjalanan menuju kesana disunnakan membaca:
وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
“Wattakhidzu mim maqoomi ibroohiima musholla”
(Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat)
14. Sholat dibelakang maqom ibrahim kalau memungkinkan, tetapi kalau kondisi terlalu penuh maka kta bisa sholat dimana saja. Shalat sunnah thawaf dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim, pada rakaat pertama setelah membaca surat Al Fatihah, membaca surat Al Kaafirun dan pada raka’at kedua setelah membaca Al Fatihah, membaca surat Al Ikhlas.
15. Selesai minum air zamzam dan membasahi kepala dengan air zamzam lalu baca do ‘a seperti :
اللهم إني أسألك علماً نافعاً، ورزقاً واسعاً، وشفاءً من كل داء
“Allahumma inni as-aluka ‘ilman nafi’a, wa rizqan wasi’a, wa syifaan minkullii dak”
Ya Allah, aku memohon kepadaMu kiranya aku diberi ilmu yang bermanfaat, rizki yang lapang dan disembuhkan dari berbagai penyakit.
16. Kembali ke Hajar Aswad, bertakbir, lalu mengusap dan menciumnya jika hal itu memungkinkan atau mengusapnya atau memberi isyarat kepadanya.
17. Kemudian, menuju ke Bukit Shafa untuk melaksanakan sa’i umrah dan jika telah mendekati Shafa, membaca,
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِرْشَعَآئِرِ اللهِ، فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ.
“innash-shofaa wal-marwata min sya'aairillahi, faman hajjal-baita awi'tamara falaa junaaha 'alaihi an-yaththawwafa bihimaa, waman tathawwa'a khairan fainnallaha syaakirun 'aliim.”
(Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah…) (QS. Al Baqarah: 158).
Lalu mengucapkan,
نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ
“Nabda-u bimaa bada-allah bih”.
18. Setelah itu naik ke sofa, dan usahakan menghadap kiblat dan melihat ke ka'bah. kemudian mengangkat kedua tangan lalu membaca takbir 3x, membaca tahlil 2x ,
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ (x3
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. (3x)
Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.
19. Bacaan ini diulang tiga kali dan berdoa di antara pengulangan-pengulangan itu dengan do’a apa saja yang dikehendaki. Utamakan dalam berdo ‘a yang pertama untuk diri kita, kemudian orang tua kita lalu istri kita, anak kita baru yang lain.
20. Lalu turun dari Shafa dan berjalan menuju ke Marwah.
Baca dzikir apa saja sepanjang perjalanan Shafa - Marwa,
Contoh seperti :
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْه
‘Astaghfirullahal’adzim, alladzi la ilaha illa huwal hayyul qoyyumu wa atubu ilaih’
(Aku meminta ampun pada Allah yang Maha Agung, tiada tuhan selain Dia yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, dan aku bertaubat pada-Mu)
Disunnahkan berlari-lari kecil dengan cepat dan sungguh-sungguh di antara dua tanda lampu hijau yang beada di Mas’a (tempat sa’i) bagi laki-laki, bagi wanita berjalan biasa, sambil membaca:
رَبِّاغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ
“Rabbighfir warham wa antal a’azzul akrom”
(Ya Rabbku, ampuni dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia)
Setelah berakhir dipilar hijau baca dzikir :
سُبْحَان اللهِ وَ الْحَمْدُ لِلّهِ وَ لآ اِلهَ اِلّا اللّهُ، وَ اللّهُ اَكْبَرُ وَلا حَوْلَ وَلاَ قُوَّة ِ الَّا بِاللّهِ
(Subhaanallaah, walhamdulillaah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu akbar, wala haulaa walaa quwwata illaa billaah).
21. Setibanya di Marwah, kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan di Shafa, yaitu menghadap kiblat, bertakbir, membaca dzikir
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ (x3
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ
“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. (3x)
Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.
Bacaan ini diulang tiga kali dan berdoa di antara pengulangan-pengulangan itu dengan do’a apa saja yang dikehendaki.
22. Kemudian turunlah, lalu menuju ke Shafa dengan berjalan di tempat yang ditentukan untuk berjalan dan berlari bagi laki-laki di tempat yang ditentukan untuk berlari ( diantara pilar lampu hijau), baca dzikir:
رَبِّاغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ
“Rabbighfir warham wa antal a’azzul akrom”
(Ya Rabbku, ampuni dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha Pemurah)
Setelah berakhir dipilar hijau baca dzikir :
سُبْحَان اللهِ وَ الْحَمْدُ لِلّهِ وَ لآ اِلهَ اِلّا اللّهُ، وَ اللّهُ اَكْبَرُ وَلا حَوْلَ وَلاَ قُوَّة ِ الَّا بِاللّهِ
(Subhaanallaah, walhamdulillaah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu akbar, wala haulaa walaa quwwata illaa billaah).
23. Lalu naik ke Shafa dan lakukan seperti semula, dengan demikian terhitung dua putaran. Ketika sa’i, tidak ada dzikir-dzikir tertentu, maka boleh berdzikir, berdo’a, atau membaca bacaan-bacaan yang dikehendaki.
24. Setelah sa’i, maka bertahalul dengan memendekkan seluruh rambut kepala atau mencukur gundul, dan yang mencukur gundul itulah yang lebih afdhal. Adapun bagi wanita, cukup dengan memotong rambutnya sepanjang satu ruas jari.
Setelah memotong atau mencukur rambut, maka berakhirlah ibadah umrah dan Anda telah dibolehkan untuk mengerjakan hal-hal yang tadinya dilarang ketika dalam keadaan ihram.
Kemudian menunggu tanggal 8 Dzulhijah hari tarwiyah untuk memulai tahapan ibadah haji.
MANASIK HAJI
Memahami fiqh haji insya Allah ta’ala dalam waktu kurang lebih 1 menit dalam 6 poin berikut:
- Tanggal 8 Dzulhijjah: Melakukan ihram, pergi ke Mina sebelum Zhuhur. Sholat Zhuhur 2 rakaat, Ashar 2 rakaat,, Maghrib 3 rakaat, Isya’ 2 rakaat dan Shubuh 2 rakaat di Mina (dengan meng-qoshor sholat 4 raka’at menjadi dua raka’at tanpa dijama’), mabit (bermalam) di Mina.
- Tanggal 9 Dzulhijjah: Setelah terbit matahari pergi ke Arafah. Sholat Zhuhur dan Ashar, dijama’ taqdim dan diqoshor dengan satu adzan dan dua iqomah. Khutbah Arafah setelah sholat Dhuhur, Berdiam di Arafah sambil berdzikir dan doa sampai terbenam matahari. Jika telah terbenam matahari, pergi ke Muzdalifah untuk bermalam di sana. Lakukan sholat Maghrib dan Isya’ dijama’ dan diqoshor, lalu bermalam di Muzdalifah dan sholat Shubuh di sana.
- Tanggal 10 Dzulhijjah: Pergi ke Mina sebelum terbit matahari, melempar jumroh ‘aqobah, menyembelih hadyu, memendekkan atau mencukur rambut, thawaf ifadhah dan sa'i, mabit di Mina.
- Tanggal 11 Dzulhijjah: Jika matahari telah tergelincir, melempar tiga jamrah, dimulai dari jumroh sughro (yang terletak di samping masjid Al-Khaif), lalu jumroh wustho, lalu jumroh kubro (yang dikenal dengan jumroh ‘aqobah). Kembali mabit di Mina.
- Tanggal 12 Dzulhijjah: Melakukan amalan yang sama dengan tanggal 11 Dzulhijjah. Kembali mabit di Mina, kecuali bagi yang telah berniat untuk bersegera mengakhiri amalan hajinya (mengambil nafar awwal), hendaklah melakukan thawaf wada’.
- Tanggal 13 Dzulhijjah: Melakukan amalan yang sama dengan amalan tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah lalu melakukan thawaf wada’.
Dengan melaksanakan 6 poin ini selesai sudah seluruh rangkaian ibadah haji. Adapun rinciannya sebagai berikut:
SYARAT-SYARAT WAJIBNYA HAJI
- Beragama Islam
- Berakal sehat
- Berusia baligh
- Merdeka (bukan budak)
- Memiliki kemampuan, yang mencakup:
- Kemampuan harta, yaitu memiliki ongkos dan bekal perjalanan setelah memenuhi kewajiban nafkah, membayar hutang dan kewajiban-kewajiban lainnya.
- Kesehatan badan
- Jalan yang aman untuk sampai ke baitullah
- Adanya kendaraan yang dapat menyampaikan ke baitullah
- Bagi wanita wajib disertai mahram atau suami
- Dan tidak sedang dalam masa ‘iddah
WAKTU MELAKUKAN HAJI
- Waktu melakukan haji atau bulan-bulan haji yang disyari’atkan untuk masuk ke dalam amalan-amalan haji, dimulai sejak awal bulan Syawwal sampai dengan sebelum terbit fajar pada malam tanggal 9 Dzulhijjah.
- Jika seorang baru mulai melakukan haji pada tanggal 9 Dzulhijjah, luput darinya amalan-amalan sunnah haji pada tanggal 8 Dzulhijjah.
- Jika dia mulai pada malam tanggal 9 Dzulhijjah, luput darinya amalan-amalan sunnah haji pada siang hari tanggal 9 Dzulhijjah, bahkan terancam hajinya tidak sah jika tidak sempat wuquf di Arafah sebelum terbit fajar.
MACAM-MACAM HAJI
- Haji tamattu’ (inilah haji yang paling afdhal), yaitu seseorang masuk pada amalan-amalan haji di bulan-bulan haji, yang dimulai dengan amalan umroh terlebih dahulu dengan mengucapkan di miqot,“Allahumma labbaika ‘umrotan mutamatti’an biha ilal hajj”. Setelah sampai di Mekkah, lalu melaksanakan umroh dengan cara yang sama seperti tata cara umroh yang kami jelaskan sebelumnya. Setelah melakukan umroh, halal baginya segala sesuatu yang tadinya diharamkan ketika ihram, sampai tanggal 8 Dzulhijjah baru kemudian berihram kembali untuk menyempurnakan amalan-amalan haji yang tersisa.
- Haji qiron, yaitu seseorang berniat haji dan umroh secara bersama-sama di bulan-bulan haji, dengan mengucapkan di miqot, “Labbaika hajjan wa ‘umrotan”. Setelah sampai di Mekkah, lalu melakukan thawaf qudum dan sa'i (untuk sa'i boleh ditunda sampai setelah melakukan thawaf ifadhah pada tanggal 10 Dzulhijjah). Setelah sa'i tidak halal baginya melakukan hal-hal yang diharamkan ketika ihram, jadi dia tetap dalam keadaan ihram sampai tanggal 10 Dzulhijjah setelah melakukan amalan-amalan yang akan kami jelaskan insya Allah.
- Haji ifrod, yaitu seseorang berniat melakukan haji saja tanpa umroh di bulan-bulan haji, dengan mengucapkan di miqot, “Labbaika hajjan”. Sama dengan haji qiron; setelah sampai di Mekkah, lalu melakukan thawaf qudum dan sa'i (untuk sa'i boleh ditunda sampai setelah melakukan thawaf ifadhah pada tanggal 10 Dzulhijjah). Setelah sa'i tidak halal baginya melakukan hal-hal yang diharamkan ketika ihram, jadi dia tetap dalam keadaan ihram sampai tanggal 10 Dzulhijjah setelah melakukan amalan-amalan yang akan kami jelaskan insya Allah.
PERBEDAAN MENDASAR ANTARA HAJI IFROD, TAMATTU’ DAN QIRON
- Perbedaan pada niat.
- Tidak ada kewajiban menyembelih hewan hadyu bagi yang melaksanakan haji ifrod. Adapun bagi yang melakukan haji tamattu’ dan qiron selain penduduk Mekkah, wajib bagi mereka hadyu.
- Pada haji tamattu’, boleh melakukan tahallul setelah melakukan umroh, sehingga halal bagi yang melakukan haji tamattu’ semua yang diharamkan ketika ihram sampai masuk tanggal 8 Dzulhijjah.
- Pada haji tamattu’ terdapat dua kali sa’i, yang pertama ketika umroh dan yang kedua setelah melakukan thawaf ifadhah pada tanggal 10 Dzulhijjah. Sedangkan dalam haji qiron dan ifrod hanya terdapat satu sa’i, boleh dilakukan setelah thawaf qudum atau setelah thawaf ifadhah pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Adapun PERSAMAAN ketiga bentuk haji ini diantaranya, terdapat 3 macam thawaf, yaitu thawaf qudum (dilakukan ketika pertama kali sampai ke Mekkah), thawaf ifadhah (dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah) dan thawaf wada’ (dilakukan sebelum meninggalkan Mekkah).
RINCIAN URUTAN AMALAN-AMALAN HAJI SESUAI TANGGAL
Tanggal 8 Dzulhijjah:
- Pada waktu dhuha, melakukan ihram dari miqot atau dari tempat tinggal masing-masing (bagi yang haji tamattu’ yang tinggal di Makkah dan Mina, baik yang muqim maupun musafir, dengan mengucapkan,“Labbaika hajjan”, sedang bagi yang haji qiron dan ifrod maka tetap dalam keadaan ihrom sebelumnya).
- Wanita haid juga berihram namun tidak melakukan sholat dan thawaf.
- Disunnahkan untuk melakukan amalan-amalan sunnah ihram sebagaimana ihram untuk umroh.
- Pergi ke Mina sebelum masuk waktu Zhuhur dan melakukan sholat Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya di Mina, dengan mengqoshor sholat yang empat raka’at menjadi dua raka’at namun tanpa dijama’.
- Mabit (bermalam) di Mina dan melakukan sholat Shubuh juga di Mina.
- Memperbanyak ucapan talbiyah (terus diucapkan sampai sebelum melempar jamrah ‘aqobah):
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
Artinya: “Kusambut panggilan-Mu Ya Allah, kusambut panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, kusambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, nikmat dan kerajaan hanyalah milik-Mu tiada sekutu bagi-Mu.”
Disunnahkan mengeraskan bacaan talbiyah ini di perjalanan ke Mina. Namun tidak disyari’atkan membacanya secara berjama’ah dengan membentuk sebuah koor.
Tanggal 9 Dzulhijjah:
1. Setelah terbit matahari di hari Arafah ini, pergi ke Arafah sambil membaca tahlil atau takbir
a) Sebelum sampai ke Arafah disunnahkan untuk singgah di Namiroh, satu tempat di dekat Arafah, dan tetap di situ sampai sebelum matahari tergelincir.
b) Jika matahari telah tergelincir disunnahkan lagi untuk pergi ke ‘Urnah, tempatnya lebih dekat ke Arafah dibanding Namiroh, di sinilah disunnahkan bagi seorang pemimpin atau wakilnya menyampaikan khutbah yang sesuai dengan keadaan hari itu.
c) Melakukan sholat Zhuhur dan Ashar, dijama’ taqdim dan diqoshor dengan satu adzan dan dua iqomah. Dan tidak ada sholat sunnah antara Zhuhur dan Ashar.
d) Setelah itu masuk ke Arafah -jika memang belum sampai di Arafah- sampai melewati tanda-tanda Arafah yang telah dibuat oleh Pemerintah Arab Saudi -jazaahumullaahu khayron-. Jika memungkinkan hendaklah menghadap kiblat sekaligus menghadap Jabal Rahmah, jika tidak maka tidak apa-apa di seluruh tempat di Arafah dengan menghadap kiblat saja.
e) Tidak disyari’atkan untuk mendaki dan melaksanakan sholat di Jabal Rahmah berdasarkan ijma’, jika seseorang menganggap itu termasuk bagian dari ibadah maka saat itu menjadi bid’ah.
f) Tidak boleh mengikuti dan menaati para petugas haji yang memerintahkan jama’ah haji untuk keluar dari Arafah dan berangkat ke Muzdalifah sebelum terbenam matahari, karena tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah ta’ala.
PERINGATAN: Hendaklah jama’ah haji memastikan dia telah berada di area Arafah, sebab keberadaan jama’ah haji di Arafah pada hari ini termasuk rukun haji, jika tidak dilaksanakan maka tidak sah hajinya. Kalau dia ragu hendaklah bertanya kepada para ulama dan penuntut ilmu untuk memastikan.
Selama di Arafah hendaklah memperbanyak dzikir dan doa, disunnahkan memperbanyak ucapan talbiyah dan tahlil. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam, “Sebaik-baik doá yang dipanjatkan olehku dan para Nabi lainnya pada senja hari Arafah adalah,
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Sebaik-baik doa adalah doa di hari Arafah, dan sebaik-baik dzikir yang aku ucapkan dan juga diucapkan para nabi sebelumku adalah,
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Laa ilaaha illallah, wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa ‘alaa kulli syaiin Qodiir” (Tidak ada yang berhak disembah selain Allah yang satu saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kekuasaan dan milik-Nya segala pujian, dan Dia Maha Mampu atas segala sesuatu).” [HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu’anhuma, Shahihut Targhib: 1536]
Hal ini terus dilakukan sampai terbenam matahari. Terutama ada doá yang dilakukan Nabi Shalallahu alaihi wasalam setelah Ashar dekatdekat waktu maghrib, waktu ini sangat powerfull untuk memnajatkan doá di Arafah. Tidak melakukan sholat maghrib di Arafah. Dan tidak disunnahkan bagi jama’ah haji untuk berpuasa sehingga mereka lebih terfokus untuk doa dan dzikir.
2. Jika telah terbenam matahari, pergi ke Muzdalifah dengan penuh ketenangan dan menyibukkan diri dengan talbiyah dan istighfar. Jika seseorang pergi ke Muzdalifah sebelum terbenam matahari dan dia tidak kembali ke Arafah sebelum terbenam matahari maka wajib baginya fidyah berupa sembelihan seekor kambing, dilakukan di Mekkah dan dibagikan bagi fakir miskin Mekkah, dan tidak memakan darinya sedikit pun.
3. Jika seorang berhalangan untuk sampai ke Arafah sebelum terbenam matahari maka tidak mengapa baginya untuk pergi ke Arafah pada malamnya –selama belum terbit fajar- meskipun hanya sekedar lewat di Arafah, lalu ke Muzdalifah.
4. Sampai di Muzdalifah pada waktu Maghrib maupun Isya’, segera melakukan sholat maghrib dan isya’dijama’ dan diqoshor dengan satu adzan dan dua iqomah. Sholat maghrib dahulu 3 rakaat, baru isya 2 rakaat. Tidak ada sholat sunnah antara Maghrib dan Isya’. Jika khawatir tidak akan sampai ke Muzdalifah kecuali setelah tengah malam maka hendaklah sholat di perjalanan, karena tidak boleh menunda sholat sampai melewati tengah malam.
5. Wajib mabit di Muzdalifah pada malam ini, disunnahkan setelah sholat Maghrib dan Isya’ untuk langsung tidur atau istirahat pada malam ini dan tidak menyibukkan diri dengan khutbah maupun mengumpulkan batu untuk melempar jumrah, dan tidak harus menyiapkan batu untuk melempar Jumrah dari Muzdalifah.
6. Sholat Subuh di Muzdalifah. Setelah sholat Subuh, pergi ke al-masy’arul haram yaitu bukit yang ada di Muzdalifah, jika memungkinkan untuk menaikinya, menghadap kiblat, membaca tahmid, takbir, tahlil dan berdoa. Disunnahkan untuk mengangkat tangan ketika berdoa. Hal ini dilakukan sampai menjelang terbit matahari, kemudian pergi ke Mina sebelum matahari terbit. Terus bertalbiyah.
7. Barangsiapa tidak bermalam di Muzdalifah atau meninggalkan Muzdalifah sebelum tengah malam dengan sengaja maka dia berdosa dan wajib atasnya fidyah; menyembelih seekor kambing, dibagikan kepada fakir miskin tanah Haram dan tidak makan darinya sedikit pun. Kecuali bagi orang yang terhalang untuk sampai ke Muzdalifah, jika dia sampai ke Muzdalifah setelah tengah malam atau mendekati Shubuh lalu melakukan sholat shubuh di Muzdalifah maka tidak ada kewajiban fidyah atasnya.
8. Jika petugas haji memaksa jama’ah untuk meninggalkan Muzdalifah sebelum tengah malam maka tidak wajib fidyah atas mereka karena terpaksa.
9. Jika seseorang tidak bisa memasuki Muzdalifah karena terhalang juga tidak ada kewajiban fidyah atasnya.
10. Jika seseorang mabit tanpa memastikan bahwa dia telah berada di Muzdalifah lalu menjadi jelas baginya setelah terbit fajar, ternyata dia tidak di Muzdalifah, maka wajib atasnya fidyah.
11. Dibolehkan bagi wanita, orang-orang yang lemah seperti orang tua dan anak-anak, juga para pengurus mereka, baik supir, mahram dan pengurus lainnya, untuk meninggalkan Muzdalifah setelah tengah malam dan langsung menuju jamrah ‘aqobah untuk melempar walau sebelum terbit fajar. Juga dibolehkan bagi mereka langsung ke Mekkah untuk melakukan thawaf ifadhah dan sa'i, kemudian kembali ke Mina.
Tanggal 10 Dzulhijjah:
1. Pergi ke Mina sebelum terbit matahari dengan tenang dan sambil mengucapkan talbiyah.
a) Disunnahkan jika telah sampai di Muhassir (satu tempat yang termasuk Mina) untuk mempercepat langkah semampunya, lalu mengambil jalan tengah yang menyampaikan ke jumroh‘aqobah.
b) Sesampainya di Mina mengambil 7 buah batu kecil (untuk melempar jamrah ‘aqobah), baik mengambilnya sendiri atau diambilkan oleh orang lain. Tidak disyari’atkan untuk mencuci batu-batu tersebut.
2. Setelah tiba di Mina, berhenti mengucapkan talbiyah di jumroh ‘aqobah dan hendaklah segera melempar jumroh ‘aqobah dengan 7 buah batu secara berturut-turut dan memastikan (atau dengan persangkaan yang kuat) batu tersebut masuk di area (lubang atau lingkaran) lemparan, dan tidak mengapa jika batu tersebut keluar lagi dari area. Menghadap ke jumroh dimana dengan memposisikan sebelah kiri arah Mekkah dan sebelah kanan arah Mina. Tidak boleh melempar jumroh Aqobah ini sebelum terbit matahari. Dan boleh melontar jumroh ini setelah matahari condong ke barat sampai malam hari sekalipun, jika mendapatkan kesulitan.
a) Jika tidak masuk ke area lemparan harus mengulanginya.
b) Tidak boleh melempar 2 buah batu atau lebih secara sekaligus.
c) Mengangkat tangan pada setiap lemparan sambil bertakbir, Allahu Akbar.
d) Tidak boleh melempar dengan selain batu kecil, seperti sandal, batu besar dan lain-lain.
e) Tidak boleh melempar dengan batu yang sudah digunakan sebelumnya.
f) Tidak ada dzikir atau ucapan khusus ketika melempar dan tidak juga harus meyakini bahwa di situ ada setan yang sedang dilempar, maskipun asal disyari’atkannya melempar ini adalah perbuatan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika melempar setan.
g) Tidak disyari’atkan untuk berdiri sejenak dan berdzikir setelah melempar jumroh ‘aqobah ini.
h) Bagi yang tidak mampu melempar boleh mewakilkannya kepada orang lain dengan syarat orang yang diwakilkan tersebut juga sedang melakukan haji.
i) Orang yang mewakili orang lain untuk melempar hendaklah melempar untuk dirinya dulu baru kemudian untuk orang lain.
j) Bagi yang mampu melempar sendiri namun berhalangan maka tidak boleh mewakilkannya, akan tetapi boleh baginya menunda semua lemparan sampai tanggal 12 Dzulhijjah (bagi yang mengambil nafar awal) dan sampai sebelum terbit matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah (bagi yang mengambil nafar tsani), dan hendaklah dia melempar semua jumroh secara berurutan.
k) Bagi yang mewakili kedua orang tuanya hendaklah dia mulai untuk dirinya, lalu ibunya terlebih dahulu, kemudian bapaknya.
l) Setelah melempar, sudah bisa masuk pada tahallul awal (boleh berganti baju dan memakai wewangian) menurut sebagian ulama namun pendapat yang lebih lebih hati-hati untuk mengakhirkan tahallul awal sampai setelah memendekkan rambut atau mencukurnya, atau setelah thawaf ifadhah dan sa'i (bagi yang belum sa'i setelah thawaf qudum, yakni yang melakukan haji qiron dan ifrod).
m) Tahallul awwal artinya telah halal melakukan hal-hal yang tadinya diharamkan seperti mengenakan pakaian yang membentuk tubuh, minyak wangi dan lain-lain kecuali bercumbu dan melakukan hubungan suami istri, tidak boleh dilakukan kecuali setelah tahalluts tsani, yaitu setelah melakukan thawaf ifadhah dan sa'i.
n) jumroh ‘aqobah adalah jumroh kubro, yang letaknya paling dekat dengan Makkah dibanding jumroh sughro dan wustho.
o) Waktu melempar jumroh ‘aqobah sampai sebelum terbenam matahari di hari ini bagi yang tidak berhalangan.
3. Setelah melempar jumroh ‘aqobah, lalu menyembelih hadyu (bagi yang melakukan haji tamattu’ dan qiron) di Mina.
a) Hewan hadyu dan fidyah syaratnya sama dengan hewan kurban dari segi umur dan tidak cacat. Untuk satu orang 1 ekor kambing atau 1/7 sapi atau 1/7 unta.
b) Boleh menyembelih di tempat mana saja sepanjang masih berada dalam batas-batas tanah Haram di Mina dan Makkah.
c) Disunnahkan untuk menyembelih sendiri jika memungkinkan, jika tidak maka boleh mewakilkan. Menyembelih dengan mengucapkan :
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَ إِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ مِنْ
Bismillah Wallahu Akbar, Allahumma minka wa ilaika, Fataqabbal min … (sebut nama shahibul qurban)
[artinya: Dengan nama Allah dan Allah Maha Besar, Ya Allah, qurban ini dari-Mu dan untuk-Mu, terimalah qurban …]
d) Barangsiapa yang tidak mendapatkan hewan hadyu maka wajib baginya berpuasa 3 hari ketika masa haji ini dan 7 hari ketika sudah kembali ke negerinya.
e) Puasa ini boleh dikerjakan sebelum tanggal 10 Dzulhijjah maupun pada hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah). Kecuali hari Arafah, lebih afdhal untuk berbuka agar bisa lebih banyak berdoa dan berdzikir.
f) Puasa ini juga boleh dilakukan secara berurutan maupun tidak berurutan.
g) Berpuasa lebih afdhal daripada meminta-minta hewan hadyu kepada orang lain.
h) Waktu menyembelih hadyu adalah empat hari yaitu tanggal 10 ( hari raya akbar ) dan 3 hari tasyrik ( tanggal 11, 12, dan 13 ) sampai sebelum terbenam matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah.
i) Disunnahkan untuk makan sebagian hewan sembelihan ini, menghadiahkannya dan bersedekah dengannya.
j) Boleh pula berbekal untuk perjalanan pulang dengan sebagian dari sembelihan hadyu.
k) Adapun sembelihan karena pelanggaran maka semuanya harus disedekahkan kepada orang-orang fakir kota Makkah, dan tidak boleh makan sedikit pun.
4. Setelah menyembelih hewan hadyu, lalu memendekkan atau mencukur rambut.
a) Mencukur lebih afdhal, karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mendoakan 3 kali bagi yang mencukur dan 1 kali bagi yang memendekkan.
b) Tidak cukup memendekkan atau mencukur sebagian, namun harus seluruh rambut.
c) Bagi wanita hendaklah hanya memotong pada ujung-ujung rambutnya sepanjang kuku.
d) Bagi yang ingin berkurban tidak mengapa baginya untuk memendekkan dan mencukur rambut. Berbeda dengan orang yang tidak berhaji, tidak boleh memotong rambutnya sebelum menyembelih kurbannya.
5. Setelah memotong atau memendekkan rambut, lalu melakukan thawaf ifadhah dan sa'i. Ini termasuk rukun, tidak sah haji tanpanya.
a) Setelah melakukan tahallul awwal, disunnahkan untuk mengenakan minyak wangi sebelum pergi melakukan thawaf ifadhah.
b) Boleh menggunakan pakaian ihram dan pakaian biasa jika telah melempar jumroh ‘aqobah dan memendekkan atau mencukur rambut, yakni telah masuk pada tahallul awwal.
c) Kemudian melakukan thawaf ifadhah di kakbah sebanyak 7 kali dengan cara yang sama seperti penjelasan pada thawaf umroh, kecuali idhthiba’ (memposisikan pakaian atas ke bawah ketiak kanan dan membiarkan pundak kanan terbuka dan pundak kiri tetap tertutup) dan berlari-lari kecil pada tiga putaran yang pertama tidak dilakukan lagi.
d) Setelah thawaf, disunnahkan untuk sholat 2 raka’at di belakang maqom (tempat berdiri) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
e) Setelah sholat dua raka’at, lalu melakukan sa'i antara Shafa dan Marwa sebanyak 7 kali bagi yang melakukan haji tamattu’ dan bagi yang melakukan haji qiron dan ifrod yang belum melakukan sa'i setelah thawaf qudum. Dan sa'i dalam haji dan umroh termasuk rukun.
f) Tidak mengapa jika ada selang waktu yang panjang antara thawaf dan sa'i, bahkan boleh menunda sa'i sampai hari setelahnya, namun yang afdhal dilakukan secara berurutan.
g) Tahallul tsani telah masuk dengan selesainya thawaf ifadhah dan sa'i, maka telah halal semua yang tadinya diharamkan bagi muhrim (orang yang berihram), termasuk berhubungan suami istri.
h) Disunnahkan untuk minum zam-zam.
i) Tidak mengapa mengakhirkan thawaf ifadhah dan dilakukan bersama dengan thawaf wada’, yakni meniatkan thawaf ifadhah dan wada’ bersamaan dengan satu thawaf saja. Boleh juga meniatkan thawaf ifadhah saja, dan itu sudah mencakup thawaf wada’. Namun tidak terhitung thawaf ifadhah jika hanya meniatkan thawaf wada’.
j) Wanita yang haid sebelum thawaf ifadhah hendaklah dia dan mahramnya menunggu sampai suci lalu melakukan thawaf ifadhah. Namun jika terpaksa harus kembali ke negerinya maka setelah suci dia harus kembali lagi ke Mekkah untuk melakukan thawaf ifadhah.
k) Waktu thawaf ifadhah dimulai setelah tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah dan akhirnya tidak ada batas, namun afdhalnya tidak diakhirkan sampai keluar hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah).
l) Disunnahkan sholat zhuhur di Mekkah atau di Mina.
m) Disunnahkan bagi imam untuk berkhutbah di Mina di sekitar jamrah ketika waktu dhuha telah meninggi untuk mengajarkan manasik haji yang tersisa.
n) Tidak ada shalat Idul Adha bagi jama’ah haji.
o) Sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas, pada hari ini ada empat amalan yang disyari’atkan yaitu: melempar jumroh ‘aqobah, menyembelih hadyu, memendekkan atau mencukur rambut, melakukan thawaf ifadhah dan ditambah sa'i (sehingga menjadi lima, bagi yang melakukan haji tamattu’ dan bagi yang melakukan haji qiron dan ifrod namun belum melakukan sa'i setelah thawaf qudum). Disunnahkan untuk melakukan 4 atau 5 amalan ini secara berurutan, namun jika seorang melakukannya tidak berurutan karena suatu halangan maka tidak mengapa.
6. Wajib mabit di Mina pada malam hari ini (tanggal 10 Dzulhijjah) dan malam tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah (kecuali bagi yang mengambil nafar tsani, hendaklah mereka meninggalkan Mina sebelum terbenam matahari pada tanggal 12 Dzulhijjah.
a) Batasan Mina adalah dari lembah Muhassir sampai ke jumroh ‘aqobah.
b) Dianggap telah mabit di Mina jika seseorang bermalam di Mina sebagian besar dari waktu malam. Apakah dihitung setelah terbenam matahari sampai lewat tengah malam. Atau sebelum tengah malam sampai terbit fajar.
c) Mabit di Mina tidak harus tidur, yang penting berada di Mina pada sebagian besar atau seluruh waktu malam.
d) Tidak mengapa pada siang hari ketika ada masyaqqoh (beban yang berat), untuk kembali ke Mekkah pada siang hari lalu kembali lagi ke Mina pada malam harinya, namun yang lebih afdhal tetap tinggal di Mina pada siang dan malam harinya.
e) Boleh tidak mabit di Mina bagi mereka yang punya halangan seperti sakit, menjaga orang sakit dan lain-lain. Juga bagi mereka yang memiliki kesibukan untuk kemaslahatan haji seperti para petugas haji, petugas keamanan dan lain-lain.
f) Disunnahkan pada setiap malam mabit di Mina untuk mengunjungi kakbah dan melakukan thawaf.
g) Barangsiapa yang meninggalkan satu malam mabit di Mina dengan sengaja tanpa ‘udzur maka hendaklah dia bertaubat dan bersedekah sesuai kemampuan, jika dia menyembelih hewan maka itu lebih baik.
h) Jika seseorang telah berusaha namun tidak mendapat tempat mabit di Mina, maka tidak mengapa dia mabit di Mekkah atau Muzdalifah atau ‘Aziziyah, dan tidak ada fidyah atasnya.
i) Tidak boleh turun ke lembah Muhassir.
j) Selama mabit di Mina hendaklah memperbanyak dzikir dan doa.
Tanggal 11 Dzulhijjah:
1. Jika matahari telah tergelincir, jama’ah haji melempar tiga jamrah, dimulai dari jumroh sughro (yang terletak di samping masjid Al-Khaif), lalu jumroh wustho, lalu jumroh kubro (yang dikenal dengan jumroh‘aqobah)
a) Masing-masing dilempar dengan 7 buah batu kecil, jadi totalnya 21 buah.
b) Caranya sama dengan melempar jumroh ‘aqobah yang sudah dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah.
c) Setelah melempar jumroh sughro, disunnahkan maju ke sebelah kanan lalu berdiri lama sambil mengangkat kedua tangan dan berdoa kepada Allah dengan menghadap kiblat.
d) Setelah melempar jumroh wustho, disunnahkan maju ke sebelah kiri lalu berdiri lama sambil mengangkat tangan dan berdoa kepada Allah dengan menghadap kiblat.
e) Setelah melempar jumroh kubro, tidak disunnahkan untuk berdoa sebagaimana pada jamrah sughro dan wustho, tapi langsung pergi meninggalkan jamrah.
f) Posisi yang disunnahkan ketika melempar jamrah ‘aqobah adalah menjadikan arah kakbah di samping kanan dan Mina di samping kiri.
g) Bagi yang tidak mampu melempar boleh mewakilkannya kepada orang lain dengan syarat orang yang diwakilkan tersebut juga sedang melakukan haji.
h) Orang yang mewakili orang lain untuk melempar hendaklah melempar untuk dirinya dulu baru kemudian untuk orang lain.
i) Bagi yang mampu melempar sendiri namun berhalangan maka tidak boleh mewakilkannya, akan tetapi boleh baginya menunda semua lemparan sampai tanggal 12 Dzulhijjah (bagi yang mengambil nafar awal) dan sampai sebelum terbit matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah (bagi yang mengambil nafar tsani), dan hendaklah dia melempar semua jumroh secara berurutan.
j) Bagi yang mewakili kedua orang tuanya hendaklah dia mulai untuk dirinya, lalu ibunya terlebih dahulu, kemudian bapaknya.
k) Tidak boleh melempar jamrah di pagi hari, sebelum tergelincir matahari.
l) Jika seseorang berhalangan, boleh baginya melempar jamrah di malam hari. Namun yang afdhal melempar sebelum terbenam matahari.
2. Pada malam hari, wajib kembali ke Mina untuk mabit.
a) Barangsiapa yang meninggalkan mabit di Mina pada tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah dengan sengaja tanpa ‘udzur maka hendaklah dia bertaubat dan wajib atasnya fidyah berupa sembelihan seekor kambing, disembelih di Mekkah dan dibagikan kepada fakir miskin Mekkah. Jika meninggalkan salah satu malam saja maka wajib atasnya taubat dan bersedekah sesuai kemampuan, dan tidak wajib atasnya menyembelih.
b) Ketentuan mabit di Mina di hari ini sama dengan malam sebelumnya.
Tanggal 12 Dzulhijjah:
1. Melakukan amalan yang sama dengan tanggal 11 Dzulhijjah.
a) Kecuali mabit di Mina, bagi yang telah berniat untuk bersegera mengakhiri amalan hajinya (mengambil nafar awwal) maka hendaklah dia melempar jamrah setelah matahari tergelincir, dan meninggalkan Mina sebelum terbenam matahari.
b) Bagi yang terhalang, seperti karena macet dan ramainya manusia maka tidak mengapa dia melempar jamrah atau meninggalkan Mina setelah terbenam matahari.
c) Adapun bagi yang tidak berniat untuk bersegera dan telah terbenam matahari, maka tidak boleh lagi baginya mengambil nafar awwal. Dia harus menyempurnakan mabit di Mina pada malam hari ini dan mengambil nafar tsani.
2. Wajib melakukan thawaf wada’ sebelum meninggalkan Mekkah untuk mengakhiri amalan haji.
a) Kecuali bagi penduduk Mekkah, tidak diwajibkan atas mereka thawaf wada’. Akan tetapi bagi yang ingin melakukan safar meninggalkan Mekkah pada hari-hari haji hendaklah dia melakukan thawaf wada’.
b) Juga tidak diwajibkan bagi wanita haid dan nifas.
c) Barangsiapa yang tidak melakukan thawaf wada’ dengan sengaja maka dia berdosa, wajib atasnya taubat dan fidyah berupa sembelihan seekor kambing da dibagikan kepada fakir miskin Mekkah.
d) Bagi yang melakukan thawaf wada’ sebelum melempar jamrah maka tidak sah thawafnya, jika dia tidak mengulang kembali wajib atasnya fidyah berupa sembelihan seekor kambing da dibagikan kepada fakir miskin Mekkah.
e) Demikian pula bagi yang mewakilkan pelemparan jamrah, hendaklah dia melakukan thawaf wada’ setelah orang yang mewakilinya selesai melempar.
f) Disunnahkan untuk membawa air zam-zam ke negerinya.
g) Setelah melakukan thawaf wada’ tidak boleh lagi tinggal di Mekkah kecuali karena suatu hajat yang wajib seperti telah masuk waktu shalat atau karena suatu keperluan yang berhubungan dengan safarnya seperti membeli hadiah, menunggu teman safarnya dan lain-lain.
h) Adapun yang masih tinggal di Mekkah selain karena alasan yang dibolehkan di atas, seperti membeli sesuatu untuk dijual kembali maka wajib atasnya melakukan thawaf wada’ kembali. Karena wajib menjadikan thawaf wada’ sebagai akhir dari amalan haji, bukan yang lainnya.
i) Tidak disyari’atkan keluar dari Masjidil Haram dari pintu yang bernama babul wada’, sebagaimana tidak pula disyari’atkan bagi yang baru datang untuk masuk dari pintu babus salam.
j) Bagi yang menggabungkan thawaf ifadhah dengan thawaf wada’ maka tidak mengapa walau setelahnya dia melakukan sa’i, sebab sa’i di sini bagian dari thawaf ifadhah, sehingga terhitung sebagai akhir amalannya adalah thawaf.
k) Tidak disyari’atkan bertabarruk atau berziarah ke jabal nur, gua hira, jabal tsaur, masjid jin dan berbagai tempat bersejarah lainnya. Bahkan bertabarruk dengan tempat-tempat tersebut termasuk syirik, dan berziarah kepadanya dikhawatirkan akan mengantarkan kepada syirik.
l) Tidak disyari’atkan berjalan mundur ketika meninggalkan kakbah.
Tanggal 13 Dzulhijjah:
1. Melakukan amalan yang sama dengan amalan tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah (bagi yang mengambil nafar tsani, yakni belum melakukan thawaf wada’ pada tanggal 12 Dzulhijjah).
a) Perbedaan hari ini dengan 2 hari sebelumnya pada waktu melempar jamrah. Jika waktu melempar jamrah pada dua hari sebelumnya berakhir pada malam hari, maka pada hari ini berakhir ketika terbenam matahari.
b) Nafar tsani ini lebih afdhal dibanding nafar awwal.
2. Melakukan thawaf wada’ sebelum meninggalkan Mekkah, sebagaimana penjelasan tentang amalan pada hari sebelumnya di atas.
Dengan melakukan thawaf wada’, berakhir pula seluruh rangkaian ibadah haji, semoga kaum muslimin dapat meraih haji yang mabrur.
Walhamdulillahi Rabbil’alamiin.